Para fisikawan dari Universitas Cornell memberikan jawaban yang tak terduga namun logis: semuanya bergantung pada ketajaman pisau dan kecepatan kita saat memotong. Bahkan, dalam studi pra-publikasi mereka, mereka menggunakan alat unik, semacam guillotine mini khusus untuk bawang, untuk menguji hipotesis ini.
Bawang: Sayuran yang Seringkali Membuat Kita Berlinang Air Mata
Bawang telah menemani manusia sejak lama, setidaknya sejak 3000 SM. Masyarakat Mesir Kuno bahkan menganggap bawang sebagai simbol keabadian, terinspirasi oleh lapisan-lapisan konsentrisnya. Mereka menempatkan bawang di makam para firaun sebagai representasi kehidupan abadi. Selain makna spiritualnya, bawang juga dikenal kaya akan manfaat kesehatan: nutrisinya melimpah, kaya antioksidan, dan memiliki sifat antibakteri.
Namun, sepanjang sejarah, ada satu zat dalam bawang yang terus menjadi “musuh utama” di dapur: syn-propanethial-S-oxide. Senyawa inilah yang dilepaskan saat bawang diiris, terbawa bersama percikan partikel sulfur ke udara. Saat mencapai saluran air mata, reaksi pedih pun tak bisa dihindari.
Untuk memahami lebih dalam tentang dinamika pelepasan partikel ini, para peneliti di Cornell merancang sebuah eksperimen yang menarik. Mereka menggunakan guillotine kecil yang dilengkapi dengan berbagai jenis pisau baja dengan tingkat ketajaman yang berbeda—mulai dari ujung selebar 5 hingga 200 milimeter. Potongan bawang dicat hitam, bukan untuk menciptakan efek dramatis, tetapi agar deformasi saat pemotongan lebih mudah diamati.
Dengan variasi kecepatan pemotongan dari 0,4 hingga 2 meter per detik, mereka mengamati bagaimana pisau memengaruhi pelepasan partikel tersebut. Hasilnya sungguh mengejutkan: pisau yang tajam menghasilkan partikel aerosol yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pisau yang tumpul.
iStockphoto/Antonio_Diaz Mengapa Anda menangis saat memotong bawang merah.
Pisau Tumpul, Sumber Masalah
Pisau yang tumpul cenderung menekan permukaan bawang terlebih dahulu sebelum akhirnya memotongnya. Tekanan ini menyimpan energi elastis yang, saat dilepaskan, “meledak” dalam bentuk semprotan partikel. Dalam beberapa kasus, kecepatan partikel bisa mencapai 43 meter per detik—sebanding dengan semprotan merica alami! Bahkan, pisau tumpul dapat menghasilkan partikel hingga 40 kali lebih banyak daripada pisau yang tajam.
Tidak hanya itu, memotong dengan lebih cepat justru memperburuk situasi. Kecepatan tinggi menyebabkan partikel menyebar ke udara hingga empat kali lebih banyak dibandingkan dengan pemotongan yang lebih lambat.
Kesimpulan: Pelan dan Tajam adalah Kunci Utama
Walaupun hasil penelitian ini masih menunggu tinjauan dari para ahli, kesimpulan awalnya cukup jelas: gunakanlah pisau yang tajam dan potong bawang dengan gerakan yang perlahan. Dengan kombinasi ini, kita dapat meminimalisir risiko mata perih dan air mata di dapur.
Dan mengenai irisan bawangnya, entah Anda ingin menumisnya, menjadikannya sup, atau mengolahnya menjadi acar, pilihan sepenuhnya berada di tangan Anda.
“Pisau yang tajam dan pemotongan yang lambat akan secara konsisten meminimalisir efek yang tidak diinginkan dari bawang,” tulis tim peneliti dari Cornell.
Semoga sains dapat membantu Anda menikmati kegiatan memasak di dapur tanpa perlu berlinang air mata!
.