DEPOK, Nepotiz – Sebuah dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang guru berinisial IR di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat, mencuat. Tujuh siswi diduga menjadi korban.
Informasi ini pertama kali mencuat melalui unggahan di media sosial Instagram oleh Sarah, seorang pelatih ekstrakurikuler di sekolah tersebut yang juga menjadi saksi mata.
Dalam unggahannya, Sarah mengungkapkan bahwa tindakan pelecehan ini diduga telah berlangsung sejak tahun 2019 dan berlanjut hingga tahun 2025, menyasar siswi kelas 7, 8, bahkan alumni sekolah.
Menurut keterangan, IR diduga melakukan pelecehan secara verbal dan fisik. Salah satu modus yang digunakan adalah dengan berpura-pura membetulkan dasi korban, namun dengan gerakan yang tidak senonoh.
Sarah juga menuturkan bahwa pihak sekolah sempat menganggap kasus ini telah diselesaikan secara internal, sebelum akhirnya menjadi viral di media sosial.
Oknum Guru Telah Diberhentikan
Ety Kuswandarini, Kepala UPTD SMPN di Depok, menjelaskan bahwa IR telah dipecat atau dinonaktifkan dari tugasnya di sekolah sejak tanggal 22 Mei 2025.
“Yang bersangkutan sudah tidak lagi bertugas di sekolah kami. Surat pemberhentiannya sudah kami tandatangani hari ini, status mengajarnya sudah dicabut,” ungkap Ety Kuswandarini saat ditemui Liputanku pada hari Jumat (23/5/2025).
Kepala Dinas Pendidikan Depok, Siti Chaerijah, juga mengonfirmasi pencopotan ini. Ia menjelaskan bahwa IR saat ini sedang menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut.
Sangkal Jumlah Korban Sebanyak 7 Orang
Ety menegaskan bahwa informasi yang disampaikan Sarah dalam postingannya tidak sepenuhnya benar, karena jumlah korban hanya satu orang.
“Sejauh yang saya ketahui, (pelecehan) itu bersifat verbal, bukan fisik. Dan hanya terjadi pada satu siswa. Untuk (korban) lain, kami belum mengetahuinya,” jelas Ety.
Kasus ini pertama kali muncul pada tanggal 13 Maret 2025 dan ditindaklanjuti dengan pemberian Surat Peringatan (SP) 1 kepada IR pada tanggal 10 April 2025.
Saat itu, sebuah video rekaman berisi percakapan antara IR dan korban tersebar luas di grup kelas WhatsApp, yang diduga menjadi bukti pelecehan seksual secara verbal.
Pihak sekolah segera memanggil keduanya untuk melakukan klarifikasi terkait isi rekaman tersebut, yang juga dihadiri oleh wali kelas dan dua orang penanggung jawab kelas.
“Hasil pertemuan ini (saat itu) menghasilkan keputusan bahwa masalah telah diselesaikan secara kekeluargaan. Namun, tidak ada bukti tertulis yang menyatakan bahwa masalah ini telah selesai,” kata Ety.
Dari SP 1 Berlanjut ke SP 2
Penyelesaian yang dimaksud juga disertai dengan pemberian Surat Peringatan (SP) 1 dan pembinaan terhadap IR.
“Kami telah melakukan pembinaan dan memberikan SP 1 pada tanggal 10 April 2025. Kemudian, terlihat adanya perubahan sikap, perilaku, serta ucapannya kepada anak-anak,” tutur Ety.
Namun, kasus ini kembali mencuat satu bulan kemudian melalui unggahan media sosial oleh Sarah.
Postingan tersebut kembali menampilkan video rekaman serupa yang sempat menjadi masalah pada bulan Maret.
Akhirnya, pihak sekolah kembali menindaklanjuti dengan memberikan SP 2 dan menerbitkan surat permintaan pemeriksaan kesehatan jiwa ke psikiater untuk IR.
“Jika sudah sampai SP 2, maka saya sebagai kepala sekolah menindaklanjuti dengan mengirimkan surat ke Disdik untuk mengembalikan beliau dan pembinaannya ke Disdik,” jelas Ety.
“Kemudian, dilakukanlah berita acara pemeriksaan dan sebagainya, ditindaklanjuti lagi ke pihak-pihak terkait,” lanjutnya.
Guru Menjalani Pemeriksaan Kejiwaan
Selain itu, IR juga menjalani pemeriksaan atau konsultasi kejiwaan ke psikolog dan dirujuk ke psikiater.
Pemeriksaan ini dilakukan satu kali saat kasus pertama kali mencuat di lingkungan sekolah pada tanggal 13 Maret 2025.
Hasil pemeriksaan ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam menindaklanjuti kasus IR.
“Nanti setelah ada hasilnya, tetapi kami (sekolah) sudah tidak terlibat. Itu akan menjadi *assesment* bagaimana tindak lanjut ke IR, tetapi itu bukan kewenangan saya,” ujar Ety.