JAKARTA, Nepotiz – Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), potensi pasar mobil di negeri kita sebenarnya luar biasa, bisa menembus angka 3 juta unit per tahun. Sebuah angka yang jauh melampaui penjualan mobil baru yang saat ini masih berkutat di sekitar 1 juta unit saja.
Potensi yang sangat menjanjikan ini terlihat jelas dari data transaksi di pasar mobil bekas. Asosiasi mengklaim bahwa dalam setahun terakhir, sekitar 2 juta unit kendaraan roda empat telah berpindah tangan. Sebuah angka yang fantastis!
Kondisi ini dengan gamblang menunjukkan bahwa kebutuhan dan minat masyarakat terhadap mobil sangat tinggi. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya terserap oleh pasar mobil baru. "Sebenarnya potensi pasar kita itu 3 juta unit. Tapi, dua juta unitnya ada di pasar mobil bekas. Nah, kalau saja ini bisa dialihkan ke pasar mobil baru, industri otomotif kita pasti akan jauh lebih bergairah. Kita bisa sejajar dengan pasar otomotif Meksiko!" ujar Bapak Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo, saat ditemui di Jakarta, Senin (19/5/2025).
AFP PHOTO / BAY ISMOYO Ilustrasi penjualan mobil
Beliau menambahkan, jika potensi ini benar-benar bisa dimaksimalkan, industri otomotif nasional akan terdorong untuk meningkatkan kapasitas produksi. Hal ini bisa dilakukan melalui ekspansi pabrik yang sudah ada, atau bahkan membangun fasilitas produksi yang baru.
Tentu saja, hal ini akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional. “Setiap penambahan satu tenaga kerja di sektor otomotif, bisa menciptakan efek berganda untuk dua orang lainnya. Industri ini punya daya ungkit yang besar terhadap sektor manufaktur secara keseluruhan,” jelas Pak Kukuh dengan antusias.
Oleh karena itu, Pak Kukuh menekankan betapa pentingnya evaluasi yang menyeluruh terhadap sistem atau regulasi kendaraan bermotor di Indonesia. Evaluasi ini termasuk insentif dan perpajakan, dengan tujuan utama untuk mendorong daya beli masyarakat.
Sebab, beban pajak yang tinggi masih menjadi salah satu penghalang utama bagi masyarakat untuk membeli mobil baru. “Di Indonesia, pajak bisa mencapai hingga 50 persen dari harga mobil. Sementara di Malaysia, hanya sekitar 30 persen, padahal pendapatan per kapita mereka lebih tinggi dari kita. Ini jelas menjadi penghalang besar dalam mendorong pertumbuhan pasar,” ungkap beliau.
Pak Kukuh mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan kembali pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), terutama pada mobil-mobil dengan harga tertentu yang sebenarnya sudah menjadi modal bagi masyarakat untuk mencari nafkah. "Karena mobil ini bukan lagi barang mewah. Misalnya, jenis-jenis mobil yang harganya Rp 300 juta atau di bawah Rp 400 juta, itu sudah menjadi bagian penting dari hidup mereka, karena dipakai untuk mencari rezeki," kata beliau dengan nada prihatin.
"Jadi, menurut saya, sudah saatnya kita mengevaluasi, apakah masih pantas menimpakan pajak pertambahan nilai barang mewah untuk mobil-mobil tertentu," tambah Pak Kukuh.
Nepotiz/STANLY RAVEL Ilustrasi penjualan mobil
Selain itu, Gaikindo juga menekankan pentingnya kebijakan otomotif jangka panjang yang fleksibel dan tidak hanya terfokus pada satu jenis teknologi tertentu.
Pak Kukuh berpendapat bahwa kendaraan konvensional (ICE), hybrid, BEV, dan LCGC masih memiliki peran yang strategis dalam proses transisi menuju kendaraan rendah emisi. “Teknologi mobil terus berkembang pesat. Saat ini, mobil hybrid sedang sangat populer di China. Karena itu, kebijakan harus adaptif dan mampu mengakomodasi berbagai jenis teknologi,” jelasnya dengan lugas.