Nepotiz – Gelaran final Liga Europa 2024-2025 ibarat panggung sandiwara, tempat dua raksasa sepak bola Inggris yang sedang terluka saling beradu nasib.
Pertarungan sengit antara Tottenham dan Man United di Stadion San Mames, Bilbao, pada Rabu (22/5/2025) malam, menjadi ajang perebutan asa terakhir untuk menyelamatkan musim yang mengecewakan ini.
Hadiah utama dari laga ini adalah tiket emas menuju Liga Champions musim depan, sebuah berkah finansial yang krusial bagi kelangsungan hidup kedua klub.
Baik Manchester United maupun Tottenham sama-sama menelan pil pahit musim terburuk mereka di Premier League. Sungguh ironis, kedua tim terlempar dari 10 besar klasemen, sebuah pemandangan langka mengingat sejarah gemilang mereka di kancah sepak bola Inggris.
Namun demikian, United tampil memukau di ajang Liga Europa musim ini. Sebuah oase di tengah gurun kekecewaan.
Mereka menjadi satu-satunya tim yang mampu menjaga rekor tak terkalahkan di kompetisi Eropa musim ini, dengan catatan 9 kemenangan dan 5 hasil imbang dari 14 pertandingan, serta gelontoran 35 gol yang memanjakan mata.
Laga yang dinanti-nantikan ini juga akan menjadi final antarklub Eropa kesembilan bagi Man United, sebuah pencapaian yang hanya bisa dilampaui oleh Liverpool (15) di antara klub-klub Inggris lainnya.
"Jika kami gagal meraih kemenangan di final, maka semua pencapaian ini akan terasa hampa," ujar Ruben Amorim, sang arsitek Manchester United, usai menaklukkan Athletic Club di semifinal.
Di sisi lain, Tottenham datang dengan modal rekor pertemuan yang cukup menjanjikan.
The Spurs berhasil menjinakkan Setan Merah sebanyak tiga kali musim ini, dua kali di Premier League (3-0 dan 1-0) dan sekali di Piala Liga (4-3).
Sayangnya, badai cedera menerjang kubu mereka, merenggut pemain-pemain kunci seperti James Maddison, Dejan Kulusevski, dan Lucas Bergvall.
Maddison (78) dan Kulusevski (50) menduduki peringkat 1 dan 3 dalam daftar pencipta peluang terbanyak dari open play di semua kompetisi musim ini, sebuah fakta yang semakin menambah pelik situasi Tottenham.
Pertandingan ini menjadi kesempatan emas bagi Spurs untuk mengakhiri dahaga gelar yang telah berlangsung selama 17 tahun, sejak terakhir kali mereka mengangkat trofi Piala Liga pada tahun 2008.
Jika dewi fortuna berpihak pada mereka, ini akan menjadi gelar Eropa pertama bagi Spurs sejak tahun 1984, sebuah penantian yang sangat panjang.
Laga ini juga mencatatkan sejarah sebagai final Eropa antar klub Inggris ke-6 dalam sejarah UEFA—sebuah rekor yang tak tertandingi oleh negara lain.
Sang pemenang dalam laga ini akan dinobatkan sebagai tim dengan peringkat liga domestik terendah yang berhasil menjuarai kompetisi Eropa utama, sebuah pencapaian yang unik dan bersejarah.
Ruben Amorim berpeluang untuk mengukir namanya dalam buku sejarah Manchester United sebagai pelatih ketiga yang berhasil mempersembahkan trofi besar di musim pertamanya, mengikuti jejak José Mourinho (2016-17) dan Erik ten Hag (2022-23).