JAKARTA, Nepotiz – Masyarakat Cilincing, Jakarta Utara, memilih untuk membuang limbah kulit kerang di pesisir pantai Jalan Kalibaru Barat VI E Cilincing. Alasannya, mereka beranggapan bahwa limbah tersebut akan terkikis secara alami seiring waktu.
“Ya, bagaimana lagi, ini adalah proses alami. Biasanya, ombak akan menghantam dan mengikisnya hingga terbawa arus,” ujar Mul (40), seorang warga, saat diwawancarai Nepotiz di lokasi pada hari Senin (27/5/2025).
Mul menjelaskan, praktik pembuangan limbah kulit kerang ke laut oleh warga Cilincing telah berlangsung selama puluhan tahun. Dulu, limbah kulit kerang tersebut langsung hanyut tersapu oleh gelombang laut.
Akan tetapi, sejak tahun 2018, pemerintah membangun tanggul laut di Jalan Kalibaru. Konsekuensinya, limbah kulit kerang tersebut kini justru menumpuk di sepanjang pantai.
Warga mengaku mengalami kendala untuk membuang limbah tersebut langsung ke tengah laut. Akibatnya, tumpukan limbah kulit kerang di Jalan Kalibaru VI E kini telah mencapai ketinggian sekitar lima meter.
Sementara itu, area pantai yang tertutup oleh tumpukan kulit kerang diperkirakan mencapai sekitar 500 meter.
Meskipun limbah kulit kerang telah menumpuk, Mul mengatakan bahwa para nelayan maupun warga sekitar tidak pernah merasa khawatir. Mereka memiliki keyakinan bahwa limbah tersebut akan terkikis oleh alam.
“Oleh karena itu, para nelayan di sini tidak akan khawatir. Kikisannya nanti akan berubah menjadi seperti pasir,” jelas Mul.
Lebih lanjut, Mul menambahkan bahwa warga terpaksa membuang limbah kulit kerang ke pantai karena keterbatasan opsi. Limbah kulit kerang dianggap tidak dapat dibuang di sembarang tempat, seperti di Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Hal ini disebabkan oleh budidaya kerang di Cilincing yang terus berlanjut setiap harinya. Dengan demikian, limbah kulit kerang akan selalu ada dan tidak memungkinkan untuk ditumpuk di TPS.
Sebelumnya diberitakan bahwa limbah kulit kerang telah menumpuk di tepi pantai Jalan Kalibaru Barat VI E, Cilincing, Jakarta Utara, selama bertahun-tahun. Mul mengungkapkan bahwa keberadaan limbah tersebut sudah ada bahkan sebelum ia dilahirkan.
“Sudah sangat lama, bahkan sejak saya belum lahir, pembuangan kulit kerang sudah dilakukan di sana,” ungkapnya.
Menurut Mul, penumpukan limbah kulit kerang ini terjadi karena mayoritas warga Cilincing berprofesi sebagai nelayan kerang.