JAKARTA, Nepotiz – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menyatakan bahwa wacana peningkatan bantuan finansial untuk partai politik (parpol) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebaiknya mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.
"Tentu saja, peningkatan tidak bisa langsung signifikan. Kenaikan bertahap bisa menjadi solusi, namun kita perlu mengukur berapa kesanggupan negara," ujar Bahtra di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Jumat (23/6/2025), seperti yang dilansir oleh Antaranews.
Beliau menjelaskan bahwa peningkatan sokongan dana untuk partai politik tidak dapat dipaksakan, mengingat kondisi finansial negara mungkin tidak memungkinkan untuk mengalokasikan dana dalam jumlah yang besar.
Kendati demikian, Bahtra mengakui bahwa usulan yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kenaikan dana bantuan parpol sebagai upaya pencegahan korupsi merupakan sebuah gagasan yang konstruktif.
Menurut Bahtra, angka bantuan sebesar Rp 1.000 per suara terbilang minim, sementara partai politik memerlukan dana operasional yang cukup besar.
Ia menekankan bahwa parpol merupakan gerbang utama dalam menjaring calon-calon pemimpin di berbagai tingkatan. Oleh karena itu, parpol membutuhkan sumber daya yang signifikan untuk menyelenggarakan kaderisasi, dengan tujuan mencegah munculnya pemimpin yang menduduki jabatan publik tanpa melalui proses yang matang.
"Kita semua menginginkan agar partai politik dapat menjalankan perannya dengan optimal. Apa saja peran optimal itu? Yaitu melaksanakan kaderisasi. Untuk menyelenggarakan kaderisasi, tentu saja dibutuhkan anggaran," tegas Bahtra.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengusulkan agar partai politik diberikan alokasi dana yang substansial dari APBN.
Menurut Fitroh, tujuan dari pemberian dana yang besar ini adalah untuk memberantas praktik korupsi yang melibatkan parpol atau proses politik secara keseluruhan.
"KPK telah berulang kali memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk menyediakan dana yang signifikan bagi partai politik," ungkap Fitroh dalam sebuah webinar yang disiarkan melalui kanal YouTube KPK pada tanggal 15 Mei 2025.
Dalam pandangannya, Fitroh berpendapat bahwa akar permasalahan dari korupsi adalah tingginya biaya yang dibutuhkan dalam sistem politik untuk mencapai posisi sebagai pejabat, mulai dari tingkat desa hingga presiden.
Pasalnya, berpartisipasi dalam kontestasi politik untuk menduduki suatu jabatan tertentu tentu saja memerlukan modal yang besar.
Oleh karena itu, tidak dapat dihindari adanya pihak-pihak yang menjadi pemodal untuk membiayai kontestasi politik tersebut.
"Lalu, apa imbal baliknya? Yang sering terjadi dalam kasus korupsi adalah, ketika menduduki jabatan, mereka akan memberikan kemudahan bagi para pemodal ini untuk menjadi pelaksana kegiatan proyek-proyek di daerah. Hal ini tidak dapat dipungkiri, dan sering kali terjadi," jelas Fitroh.
Selain usulan pemberian dana yang besar, Fitroh juga menyarankan agar partai politik melakukan seleksi terhadap anggotanya yang akan diusung sebagai pejabat di legislatif dan eksekutif.
Ia mengatakan, proses seleksi tersebut perlu dilakukan agar parpol dapat memilih individu-individu yang berintegritas, sehingga dapat mencegah terjadinya praktik korupsi.
"Ya, solusinya adalah adanya rekrutmen, seleksi, dan parameter yang jelas untuk menjadi calon, baik calon legislatif maupun calon eksekutif yang diusulkan oleh partai politik. Mereka harus memenuhi syarat-syarat yang standar," kata Fitroh.
Sebagaimana diketahui, regulasi mengenai bantuan keuangan parpol tercantum dalam Pasal 12 huruf K Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011.
Aturan ini menegaskan bahwa parpol berhak memperoleh bantuan keuangan yang bersumber dari APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.