“`html
Nepotiz, Jakarta – Ronny Talapessy, tim kuasa hukum dari Hasto Kristiyanto, menyoroti keanehan pada data Call Detail Record (CDR) yang dinilai tidak masuk akal. Data tersebut menggambarkan perpindahan lokasi dengan jarak yang signifikan dalam waktu yang sangat singkat, seolah-olah secepat kilat.
Hal ini diungkapkan di sela-sela sidang kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI atas nama Harun Masiku, serta perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto.
Data CDR tersebut menunjukkan perpindahan Harun Masiku dari area Tanah Abang ke Sarinah, Jakarta Pusat, hanya dalam kurun waktu satu detik saja.
"Yang menjadi perhatian kami adalah, apakah mungkin seseorang berpindah tempat sejauh sekitar 4 kilometer hanya dalam satu detik? Perpindahan ini terasa seperti kecepatan cahaya," ujar Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/5/2025).
Menurut Ronny, perpindahan lokasi secepat itu sangat tidak mungkin. Oleh karena itu, akurasi data CDR, yang menjadi salah satu alat bukti penyidik KPK dalam menentukan keberadaan Hasto Kristiyanto, dianggap meragukan.
"Kami juga mempertanyakan, apakah perpindahan sinyal tersebut disebabkan oleh over kuota atau yang biasa disebut hand off. Jadi, bukan karena perpindahan perangkat atau handphone," jelasnya.
"Kemudian, cek pos juga tidak akurat untuk menentukan posisi gadget," tambahnya.
Berdasarkan kesaksian ahli Bob Hardian Syahbuddin, seorang dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) yang hadir dalam persidangan, menurut Ronny, rendahnya akurasi data tersebut disebabkan karena analisa hanya dilakukan berdasarkan data excel, tanpa data pembanding lainnya.
Selain itu, waktu yang terbatas dalam proses analisa data juga menjadi faktor pemicu kesalahan.
"Ahli juga menyampaikan bahwa dibutuhkan waktu sekitar dua hari untuk menganalisa data yang diberikan oleh penyidik. Sementara, pemeriksaannya hanya berlangsung satu jam," ungkapnya.
Ronny menegaskan, selama persidangan berlangsung, belum ada bukti yang mendukung dakwaan terkait keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam upaya menghalangi penyidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Mas Hasto berada di PTIK, baik dari saksi fakta maupun ahli yang dihadirkan," tegas Ronny.
Sebelumnya, Pemeriksa Forensik atau Penyelidik pada Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, Hafni Ferdian, mengakui bahwa data Call Detail Record (CDR) tidak pernah melalui proses audit atau forensik.
Pernyataan tersebut disampaikan Hafni dalam sidang kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.
Febri Diansyah, selaku kuasa hukum Hasto, mencecar Hafni dengan pertanyaan penegasan atas penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya di persidangan.
"Sebagai penegasan terakhir, apakah bisa dikatakan data CDR itu tidak melalui digital forensik di unit yang saudara pimpin?" tanya Febri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/5/2025).
"Ya, saya tidak terima," jawab Hafni.
Data CDR menjadi salah satu alat bukti yang digunakan penyidik KPK untuk melacak dan menentukan keberadaan Hasto Kristiyanto saat operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Pihak Hasto juga menyoroti proses administrasi dari data yang dijadikan dasar oleh penyidik. Terlebih lagi, dari seluruh alat bukti yang diterima oleh Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, tidak ada data CDR.
"Berarti dari 45 item yang saudara terima di tim saudara dan dilakukan digital forensik, tidak ada satupun yang berupa data CDR?" tanya Febri lagi.
"Tidak ada," jawab Hafni.
Selain oleh tim kuasa hukum Hasto, majelis hakim juga mencecar Hafni mengenai alat bukti yang dapat mendukung dakwaan atas dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam kasus perintangan penyidikan. Termasuk mengenai perintah terdakwa kepada Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk menenggelamkan ponsel.
"Apakah ditemukan bukti-bukti yang mendukung dakwaan? Yaitu, pada tanggal 8 Januari 2020, pukul 18.19 WIB, terdakwa memberikan perintah kepada Nur Hasan melalui Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya. Dan pada tanggal 6 Juni 2024, terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya?" tanya hakim.
"Mohon dijelaskan secara spesifik apakah ditemukan kerusakan fisik pada perangkat yang menunjukkan HP tersebut terendam air, dan dari pemeriksaan itu kira-kira kesimpulan saudara seperti apa?" sambungnya.
"Terkait dengan pernyataan Yang Mulia, untuk spesifik dakwaan tadi, sebenarnya di dalam pemeriksaan forensik itu tidak ditemukan. Menurut saya, itu bersumber dari data penyadapan," jawab Hafni.
"Jadi tidak ada yang masuk ke dalam forensik digital, terus dilakukan proses analisis yang menunjukkan bahwa memang ada perintah tadi seperti yang Mulia jelaskan," lanjutnya.
Hafni menjelaskan, pihaknya hanya memeriksa barang bukti elektronik yang diserahkan. Mengenai perintah merendam ponsel, hal itu hanya berdasarkan bukti hasil penyadapan, bukan dari pemeriksaan handphone itu sendiri.
"Mengenai apakah barang bukti yang direndam itu rusak, itu tidak. Barang bukti yang direndam tidak masuk ke kami. Karena itu, kita tidak menemukan barang buktinya. Kalau memang ditemukan barang bukti yang handphone yang direndam, ya tentu kita bisa berikan keterangan. Jadi tidak ditemukan, Yang Mulia," pungkas Hafni.
“`