JAKARTA, Nepotiz – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan mantan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Saeful Bahri, sebagai saksi dalam persidangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto.
Kehadiran Saeful Bahri dimaksudkan untuk memberikan keterangan terkait perkara dugaan suap dalam pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan juga perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang melibatkan Sekjen PDI-P tersebut.
“Pada hari ini, kami akan memanggil Saeful Bahri,” ungkap jaksa KPK, Surya Dharma Tanjung, kepada Liputanku pada hari Kamis, 22 Mei 2025.
Saeful Bahri memegang peran penting dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku untuk menduduki kursi anggota DPR RI melalui proses PAW pada tahun 2020.
Dalam kasus tersebut, ia bertindak sebagai perantara suap dari Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI (Komisi Pemilihan Umum).
Dana suap tersebut diberikan kepada Wahyu dengan tujuan agar KPU menetapkan Harun sebagai anggota DPR, menggantikan Riezky Aprilia, calon anggota legislatif (caleg) yang seharusnya terpilih.
Dalam perkara ini, Saeful Bahri turut serta menyusun strategi dan menjadi bagian dari komunikasi antara Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.
Dirinya juga ikut menyerahkan sejumlah uang suap, yaitu sebesar Rp 600 juta dari total komitmen yang mencapai Rp 1,5 miliar kepada Wahyu Setiawan.
Saeful Bahri ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada tanggal 8 Januari 2020, bersama dengan Wahyu Setiawan dan mantan Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina.
Pada bulan Mei 2020, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman penjara selama satu tahun dan delapan bulan, serta denda sebesar Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.
Selain Saeful Bahri, jaksa dari Komisi Antirasuah juga akan menghadirkan Carolina Wahyu Apriliasari, Kepala Kepatuhan PT Valuta Inti Prima, dan Nilamsari, istri dari Satpam Kantor DPP PDI Perjuangan, Nur Hasan, sebagai saksi dalam sidang yang melibatkan Hasto Kristiyanto.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa telah memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan dalam rentang waktu antara tahun 2019 hingga 2020.
Tindakan tersebut diduga dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Uang tersebut diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengusahakan agar KPU menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto juga didakwa telah menghalangi penyidikan dengan memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air setelah terjadinya operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Perintah tersebut disampaikan Hasto kepada Harun melalui penjaga Rumah Aspirasi, yaitu Nur Hasan.
Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut telah memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi terhadap upaya paksa yang mungkin dilakukan oleh penyidik KPK.
Atas perbuatannya tersebut, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.