JAKARTA, Nepotiz – Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), mengimbau masyarakat agar tidak sungkan menyebut aksi seperti penyerobotan lahan BMKG sebagai tindakan premanisme, alih-alih menggunakan istilah ormas.
“Teman-teman, mari kita sepakati terminologinya. Jangan terburu-buru menggunakan sebutan ormas. Karena organisasi masyarakat itu beragam. Jika Anda bergabung dengan PWI, itu adalah ormas. AJI juga ormas. Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, itu semua ormas. Masih banyak lagi contoh lainnya,” ungkap Hasan di kantornya, Jakarta Pusat, pada Senin (26/5/2025).
Pernyataan ini disampaikan Hasan sebagai respons terhadap tindakan ormas GRIB Jaya yang menyerobot lahan BMKG di Tangerang Selatan dan meminta imbalan sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik anggotanya dari lokasi tersebut.
Hasan menegaskan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap tindakan-tindakan yang tergolong sebagai premanisme.
Ia meyakinkan bahwa pemerintah akan menindak tegas perilaku para preman tersebut.
“Fokus utama pemerintah adalah memberantas premanisme. Segala bentuk tindakan premanisme, baik yang dilakukan secara individu, berkelompok, maupun terorganisasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hasan menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan agar premanisme segera ditangani.
Menurutnya, keberadaan premanisme dapat menghambat investasi di Indonesia.
“Arahan Presiden jelas, premanisme harus diberantas secepat mungkin karena mengganggu iklim investasi. Banyak investor yang berminat masuk ke Indonesia menjadi ragu atau mengalami kesulitan akibat adanya tindakan premanisme semacam ini,” jelas Hasan.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah melaporkan dugaan pendudukan lahan negara oleh sebuah organisasi masyarakat (ormas) kepada Polda Metro Jaya.
Dalam laporannya, BMKG mengungkapkan bahwa ormas yang menduduki aset negara di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, bahkan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi tersebut.
“BMKG memohon bantuan pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas yang secara ilegal menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara milik BMKG,” tutur Plt Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, seperti dikutip dari Antara, Kamis (22/5/2025) lalu.
Tanah seluas 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektar yang diduduki ormas tersebut merupakan milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003.
BMKG menegaskan bahwa kepemilikan ini sah secara hukum, diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung Nomor 396 PK/Pdt/2000 serta beberapa putusan pengadilan lainnya yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Namun, sejak pembangunan Gedung Arsip BMKG dimulai pada November 2023, proyek tersebut terusik oleh sekelompok oknum yang mengaku sebagai ahli waris, serta didukung oleh massa dari ormas tersebut.
Mereka memaksa penghentian konstruksi, mengeluarkan alat berat dari lokasi, dan menutup papan proyek dengan klaim kepemilikan pribadi.
Selain itu, ormas tersebut dilaporkan mendirikan pos dan menempatkan anggotanya secara permanen di lahan BMKG.