Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang ditempatkan di pos sektor khusus (Seksus) Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, mengemban beragam tugas penting. Terkadang, petugas di Seksus Masjidil Haram berperan sebagai penunjuk arah bagi jemaah yang tersesat, namun tak jarang pula memberikan bimbingan singkat terkait pelaksanaan ibadah.
Masjidil Haram menjadi pusat aktivitas bagi jemaah haji dari seluruh penjuru dunia menjelang dimulainya masa puncak haji. Ratusan ribu hingga jutaan jemaah memadati Masjidil Haram untuk melaksanakan umrah, salat, atau sekadar membaca Al-Qur’an setiap harinya.
Kepadatan jemaah di Masjidil Haram, ditambah dengan luasnya area masjid terbesar di dunia ini, seringkali menyebabkan jemaah Indonesia keliru arah menuju terminal bus shalawat. Misalnya, jemaah yang seharusnya menaiki bus di Terminal Syib Amir justru tiba di Terminal Jabal Ka’bah.
Padahal, kedua terminal ini terpisah jarak sekitar 3 kilometer dan hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Suhu udara yang mencapai 46 derajat Celcius menjadi kendala tersendiri apabila salah memilih terminal.
Jemaah biasanya baru menyadari kesalahan terminal ketika mendapati tidak ada nomor bus shalawat yang sesuai dengan rute menuju hotel mereka. Dalam kondisi seperti ini, jemaah haji umumnya mulai mencari bantuan dengan bertanya kepada petugas haji yang mereka jumpai.
Petugas di Seksus Masjidil Haram siap memberikan petunjuk, bahkan mengantarkan jemaah ke terminal yang seharusnya. Selain petugas Seksus Masjidil Haram, petugas haji dari pos lainnya pun dengan senang hati membantu jemaah yang membutuhkan pertolongan.
“Kasus yang sering kami tangani di sini adalah kasus salah jalan, terpisah dari rombongan, dan kelelahan. Inilah permasalahan yang mendominasi di Seksus Haram. Terpisahnya jemaah dari rombongan sulit dihindari mengingat jumlah jemaah yang sangat banyak,” ungkap Kaseksus Masjidil Haram PPIH 2025, Bahrul Ulum, di Masjidil Haram, Minggu (25/5/2025).
Beliau menjelaskan bahwa terdapat 75 personel yang bertugas di Seksus Haram. Mereka terdiri dari petugas pelindungan jemaah (Linjam), bimbingan ibadah (Bimbad), Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKPPJH), serta layanan lansia dan difabel.
Bahrul menambahkan bahwa mereka bertugas secara bergantian dalam tiga shift setiap harinya. Prajurit TNI ini menyebutkan tiga titik yang menjadi perhatian utama petugas haji RI, yaitu Terminal Syib Amir, Jiad, dan Jabal Ka’bah. Ketiga lokasi tersebut merupakan titik masuk jemaah haji RI ke Masjidil Haram sekaligus titik keberangkatan jemaah haji kembali ke hotel.
“Kami harus meng-cover Masjidil Haram selama 24 jam. Hal ini membutuhkan upaya ekstra dari sisi kesehatan. Alhamdulillah, saat ini kondisi masih relatif terjaga. Memang ada beberapa personel kami yang jatuh sakit dan menjadi perhatian kami untuk dicarikan pengganti,” ujarnya.
Selain mengantarkan jemaah yang tersesat, petugas haji di Seksus Masjidil Haram juga kerap dimintai bantuan terkait proses ibadah. Salah satunya dialami oleh anggota Seksus Masjidil Haram, Rasmawar.
Ketika bertugas di area keluar Marwah, sejumlah jemaah haji RI menghampiri Rasmawar. Ternyata, mereka meminta bantuan untuk melakukan tahalul setelah umrah.
“Ada gunting tidak, Bapak?” tanya Mawar.
“Tidak ada,” jawab jemaah tersebut.
“Nanti bisa di hotel sebenarnya. Nanti sampai hotel langsung tahalul. Ingat tidak? Atau nanti saya ingatkan di pos 1 ya. Bapak mau pulang atau menunggu teman?” tanya Mawar.
Jemaah tersebut sempat kebingungan mengenai cara kembali ke hotelnya. Mawar pun memeriksa kartu jemaah untuk mengetahui hotel dan nomor bus shalawat yang sesuai.
“Baiklah, Bapak saya antar ke arah terminal ya,” ujar Mawar sambil mengantar jemaah lansia itu ke terminal.
Setibanya di Terminal Syib Amir, Mawar terlihat meminjam gunting kepada petugas lain. Dia kemudian meminta bantuan petugas pria untuk menggunting rambut jemaah lansia itu sebagai tanda tahalul.
Usai mengantar satu jemaah, Mawar sebenarnya hendak kembali ke posnya. Namun, ada jemaah lain yang meminta bantuannya.
“Bus berapa? Ibu tahu bus berapa?” tanya Mawar.
“Tidak tahu, hotelnya 603,” ucap jemaah wanita itu.
Ternyata rombongan jemaah perempuan tersebut salah terminal. Mawar pun memberikan penjelasan mengenai jalan yang harus dilewati menuju terminal yang sesuai dengan rute jemaah itu.
Semakin malam, semakin banyak jemaah Indonesia yang berdatangan ke Masjidil Haram. Jumlah jemaah yang meminta bantuan kepada Mawar dan rekan-rekannya pun semakin meningkat.
Wanita yang sehari-hari bertugas sebagai polisi wanita atau Polwan ini bersyukur dipercaya oleh Pimpinannya di Polri untuk mengikuti seleksi petugas haji. Dia juga bersyukur dipercaya oleh Kemenag untuk menjadi petugas haji selama dua tahun berturut-turut.
“Ketika membantu jemaah, kita seperti membantu orang tua kita sendiri. Belum tentu kita bisa membantu orang tua kita sendiri nantinya,” ujar Mawar.
Mawar mengungkapkan adanya kebanggaan tersendiri saat dapat membantu jemaah haji. Lulusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini juga menceritakan situasi menantang yang harus dihadapinya saat bertugas.
“Hal yang paling tidak bisa dilupakan adalah ketika mendapati jemaah kita dalam kondisi usia sangat lanjut, mereka lupa, karena panas setelah umrah, haus, mereka lupa bahkan ingin pulang ke Indonesia. Di mana saya sebagai Linjam, tidak memiliki kemampuan medis atau kejiwaan, di situ kita harus membujuk jemaah, agar mengikuti saran kita ke hotel. Itu yang membuat saya kemarin hampir menangis karena jemaah itu seperti orang tua sendiri,” ucapnya.
Dia berharap apa yang dilakukannya dapat membuat jemaah aman dan nyaman selama beribadah. Dia juga berdoa agar seluruh jemaah haji menjadi haji yang mabrur.