Nepotiz, Jakarta – Wukuf di Arafah adalah salah satu rukun haji yang krusial, bahkan menjadi penentu sah atau tidaknya ibadah haji seorang muslim. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, “Haji itu adalah wukuf.” Namun, pelaksanaannya di lapangan memerlukan pemahaman yang cukup agar rukun dan kewajiban haji tidak terlanggar.
Salah satu aspek penting adalah mengenai buang hajat. Berkaitan dengan hal ini, musytasyar dinny dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), Nyai Badriyah Fayumi, menyarankan agar seluruh jemaah perempuan mengenakan popok atau pembalut saat wukuf, dan juga ketika mabit di Mina, meskipun sedang tidak datang bulan.
"Tujuannya adalah untuk menjaga kesucian pakaian kita. Apabila sewaktu-waktu kita merasa ingin buang air kecil, namun antrean panjang, jalanan macet, atau bahkan kita tidak bisa turun dari bus, seperti pengalaman saat di Muzdalifah dulu," jelas Badriyah dalam tayangan YouTube Kementerian Agama, Sabtu, 24 Mei 2025.
"Dengan memakai popok atau pembalut, Insya Allah hal ini akan sangat membantu," tambahnya.
Anjuran pemakaian popok ini juga didasari oleh terbatasnya jumlah kamar mandi yang tersedia di Arafah dan Mina. Sementara jemaah laki-laki dapat menggunakan urinoir untuk buang air kecil, fasilitas serupa tidak tersedia bagi perempuan.
Selain itu, perempuan umumnya membutuhkan waktu lebih lama di kamar mandi dibandingkan laki-laki, sehingga waktu antrean pun menjadi lebih panjang. Dalam kondisi ingin buang air kecil, kesabaran bisa menjadi semakin tipis.
"Supaya kita tidak terlibat dalam jidal, tidak terjatuh dalam perdebatan yang tidak perlu, serta menghindari terpancing emosi, penggunaan popok atau pembalut dapat membantu. Kita tetap bisa mengantre, sambil menampung sementara. Setelah masuk kamar mandi, kita tinggal mengganti pembalut atau popoknya," terangnya.
"Hal ini sama sekali tidak berkaitan dengan pelanggaran ihram bagi perempuan," tegasnya.
Selain masalah popok, penggunaan masker saat berihram juga sering menjadi pertanyaan bagi jemaah haji perempuan. Sebab, salah satu larangan ihram bagi perempuan adalah menutup wajah.
"Apabila terpaksa menggunakan masker, terutama dalam kondisi sakit dan untuk mencegah penyebaran penyakit kepada jemaah lain, hal tersebut dianggap sebagai bagian dari uzur syar’i," ungkap Badriyah. Dengan adanya uzur syar’i, lanjutnya, jemaah haji perempuan yang memakai masker tidak berdosa.
Badriyah menjelaskan bahwa terdapat dua pendapat mengenai jemaah haji perempuan yang memakai masker. Pendapat pertama menyatakan tidak perlu membayar fidyah, sedangkan pendapat kedua mewajibkan pembayaran fidyah.
"Jika kita ingin lebih tenang, lebih nyaman, dan Insya Allah memiliki bekal yang cukup, maka kita dapat merujuk kembali pada QS. Al Baqarah ayat 196," sarannya.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa bagi orang yang sedang berihram kemudian sakit atau mengalami luka di kepala sehingga terpaksa menutup kepala (bagi laki-laki) atau menutup wajah (bagi perempuan), maka berlaku fidyah berupa puasa selama tiga hari atau bersedekah kepada enam orang fakir miskin.
"Jika dihitung, tiga *souh* itu setara dengan 60 riyal. Jadi, belilah makanan matang senilai 60 riyal untuk dibagikan, misalnya kepada petugas kebersihan atau orang-orang yang membutuhkan lainnya. Insya Allah kita akan terbebas dari *doa*, meskipun sebenarnya bukan dosa karena adanya uzur," jelasnya.
Menjaga aurat juga merupakan hal yang penting. Meskipun diperbolehkan melepas jilbab di ruangan yang hanya berisi perempuan, Badriyah tetap mengingatkan agar perempuan berhati-hati dalam menjaga auratnya selama berihram.
"Ihram haji adalah momen yang sangat sakral. Terlebih lagi, ihram haji bisa jadi hanya terjadi sekali seumur hidup, maka alangkah baiknya jika kita tidak hanya menjalani ihram dengan pendekatan fikih, tetapi juga dengan pendekatan akhlak kepada Allah SWT," tuturnya.
"Saya mengajak seluruh jemaah perempuan, meskipun tidak termasuk dalam larangan ihram, mari kita tetap menjaga aurat kita, bahkan di hadapan sesama perempuan. Toh, hal itu hanya berlangsung sementara," imbaunya.
Secara ringkas, larangan selama berihram meliputi:
1. Laki-laki dilarang memakai pakaian yang berjahit/membentuk tubuh, sepatu yang menutupi mata kaki, topi/kopiah/penutup kepala lainnya.
2. Perempuan dilarang memakai penutup muka/cadar dan sarung tangan.
3. Dilarang menggunakan parfum/wewangian, kecuali yang sudah dipakai sebelum ihram.
4. Dilarang memotong rambut, karena hal itu termasuk pekerjaan tahalul yang dapat membatalkan ihram.
5. Dilarang berburu.
6. Dilarang merusak tanaman di Makkah/Madinah, baik kulitnya, durinya, apalagi mematahkannya.
7. Dilarang berhubungan suami istri, berkata kotor, berbohong, dan atau berbantah-bantahan/berkelahi.
8. Menikah, menikahkan, dan melamar.