Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya memberikan tanggapan terkait aduan yang diajukan ke DKPP mengenai dugaan pelanggaran etik dalam pengadaan private jet. KPU menekankan bahwa pemanfaatan private jet tersebut semata-mata ditujukan untuk menunjang kebutuhan teknis Pemilu 2024.
Seperti yang telah dirangkum Liputanku pada hari Sabtu (24/5/2025), laporan dugaan pelanggaran etik ini sebelumnya telah disampaikan kepada KPK pada hari Rabu (7/5) oleh Transparency International Indonesia (TI Indonesia). Agus Sarwono, seorang peneliti dari TI Indonesia, menyoroti adanya kejanggalan dalam nilai kontrak dengan perusahaan penyedia private jet.
“Salah satu poin penting adalah nilai kontrak yang melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan. Selain itu, informasi mengenai rencana pengadaan juga terkesan sangat minim, tanpa detail yang memadai. Pagu anggaran yang tersedia adalah sekitar Rp 46 miliar, sementara nilai kontrak, jika dijumlahkan dari dua kontrak terpisah pada bulan Januari dan Februari (2024), mencapai Rp 65 miliar. Jadi, ada dua kontrak yang berbeda,” jelas Agus.
Mereka juga melaporkan KPU atas dugaan kurangnya transparansi terkait anggaran pengadaan jet tersebut. Selain itu, KPU juga dilaporkan karena diduga menggunakan private jet untuk perjalanan dinas ke pulau-pulau yang sebenarnya dapat diakses menggunakan pesawat komersial.
Selanjutnya, pada hari Kamis (22/5), TI Indonesia bersama Themis Indonesia dan Trend Asia secara resmi melaporkan isu private jet KPU ini ke DKPP. Pelaporan ini didasarkan pada anggapan bahwa pengadaan private jet bermasalah sejak tahap perencanaan awal.
Pihak-pihak yang dilaporkan meliputi Ketua KPU RI beserta para anggota dan Sekretaris Jenderal KPU RI. Laporan ini berkaitan dengan pelanggaran Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16, serta Pasal 18, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
“Pertama, dari sudut pandang pengadaan barang dan jasa (procurement), sejak tahap perencanaan, pengadaan sewa private jet ini sudah menimbulkan masalah,” tegas Agus Sarwono, peneliti TI Indonesia, dalam keterangannya pada hari Jumat (23/5).
Zakki Amali, seorang peneliti dari Trend Asia, mengungkapkan bahwa berdasarkan temuan timnya, anggaran penyewaan jet pribadi yang dikeluarkan oleh KPU tidak mencapai angka Rp 45 miliar. Zakki menyebutkan adanya selisih operasional private jet sebesar Rp 30 miliar antara data yang dimiliki Trend Asia dan anggaran yang tercatat di KPU.
“Tentu saja, jika kita berbicara tentang mark-up, hal tersebut masih bersifat dugaan. Dugaan awal muncul ketika terdapat selisih dari kontrak yang ada, sekitar Rp 19 miliar. Namun, KPU telah membantah hal ini dan menyatakan bahwa anggaran riilnya adalah sekitar Rp 45 miliar. Kemudian, dugaan yang kedua adalah terkait dengan sisi operasionalnya,” ungkap Zakki kepada wartawan pada hari Jumat (23/5).
Zakki menyoroti adanya perbedaan dalam biaya operasional penggunaan private jet. Meskipun demikian, untuk membuktikan adanya penggelembungan anggaran, diperlukan pembuktian berdasarkan hukum yang berlaku.
“Dari biaya operasionalnya, menurut perhitungan kami, adalah Rp 15 miliar, sementara anggaran yang dialokasikan adalah Rp 45 miliar, sehingga terdapat selisih sekitar Rp 30 miliar. Kita menyebutnya sebagai gap,” jelasnya.
KPU Menegaskan Pemanfaatan Private Jet untuk Keperluan Teknis
“Terdapat agenda-agenda yang berhimpitan pada saat penyediaan dan pengiriman logistik, seperti memastikan jajaran adhoc dan lain-lain. Belum lagi kebutuhan kita untuk mempercepat kegiatan dari satu tempat ke tempat lain yang sangat mendesak selama tahapan pemilu kemarin,” ujar Afif kepada Liputanku, Sabtu (24/5).
Afif menjelaskan bahwa pihaknya hanya ingin memastikan kelancaran tahapan pemilu. Terlebih lagi, masa kampanye Pemilu 2024 lebih singkat dibandingkan dengan Pemilu 2019, sehingga KPU memiliki waktu yang lebih terbatas.
“Singkatnya, kebijakan yang kami ambil semata-mata bertujuan untuk memastikan tahapan pemilu berjalan lancar, tidak ada keterlambatan atau kesalahan pengiriman logistik. Pada saat yang sama, kami juga berupaya memastikan tahapan-tahapan lain yang saling terkait, berjalan beriringan, bahkan bersamaan. Semua ini demi memastikan pemilu berhasil dan tidak mengalami masalah atau kegagalan karena hal-hal teknis,” imbuhnya.
Afif menambahkan bahwa awalnya, private jet memang direncanakan untuk digunakan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Namun, dalam perkembangannya, berbagai daerah dan kota di luar 3T juga mengalami permasalahan.
Oleh karena itu, penggunaan private jet tidak hanya terbatas pada daerah 3T, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan mobilitas lintas pulau dalam waktu yang sangat singkat.
“Konteksnya bukan hanya jarak geografis, tetapi juga mengejar waktu dan efisiensi koordinasi nasional. Ini murni kebutuhan teknis, bukan gaya hidup,” tegasnya.
KPU Melakukan Efisiensi Anggaran Pemilu 2024
“Bahkan, kami membayar di bawah nilai kontrak. Selisih tersebut dibayarkan di bawah total kontrak karena dihitung sesuai dengan penggunaannya,” kata Afif saat dihubungi, Sabtu (24/5).
Afif menjelaskan bahwa pihaknya menggunakan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahkan, penggunaan dana tersebut dilakukan secara transparan, terdokumentasi dengan baik, dan telah diaudit oleh BPK.
Afif menambahkan bahwa dalam pelaksanaan kontrak private jet, pihaknya justru berhasil melakukan efisiensi pembayaran dari kontrak awal sebesar Rp 65 miliar menjadi Rp 46 miliar. Dia menegaskan bahwa terdapat efisiensi sebesar Rp 19 miliar dalam pelaksanaan kontrak private jet tersebut.
“Tidak ada proses yang disembunyikan, semua sesuai dengan aturan perundang-undangan, serta telah dilakukan audit oleh BPK,” jelasnya.
Afif menekankan bahwa penggunaan private jet semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan teknis dalam memastikan kelancaran tahapan Pemilu 2024. Menurutnya, dengan adanya monitoring yang dilakukan oleh KPU, kesalahan dalam pengadaan, pengepakan, dan distribusi logistik Pemilu 2024 dapat diminimalisir.
“Berbagai daerah yang biasanya mengalami keterlambatan logistik pada pemilu sebelumnya, dapat diselesaikan tepat waktu pada Pemilu 2024. Bahkan, secara umum, anggaran logistik Pemilu 2024 berhasil diefisiensikan sekitar Rp 380 miliar,” pungkasnya.