Alex Indra Lukman, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, menyatakan bahwa Indonesia dan Tiongkok menghadapi tantangan serupa terkait penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. Tiongkok berupaya mengatasi masalah ketahanan pangan mereka dengan mengembangkan konsep pertanian vertikal yang didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi terkini, atau yang dikenal sebagai smart farming.
Pernyataan ini disampaikan oleh Alex saat kunjungan kerja ke Tiongkok pada hari Kamis (22/5). Ia menjelaskan bahwa faktor topografi dan iklim di Tiongkok menyebabkan hanya sekitar 10 persen dari total luas daratan yang cocok untuk kegiatan bercocok tanam.
Sementara itu, menurut Alex, data dari BPS menunjukkan bahwa di Indonesia, lahan sawah mengalami penyusutan seluas 300.000 hektar pada periode 2013-2019. Oleh karena itu, ia menilai bahwa Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari metode yang diterapkan di Tiongkok.
“Tiongkok mencari solusi untuk masalah ketahanan pangan mereka dengan mengembangkan konsep pertanian vertikal yang terintegrasi dengan pemanfaatan teknologi informasi (smart farming),” ungkap Alex.
Alex menambahkan bahwa persoalan ini dapat dikembangkan di Indonesia melalui inovasi petani di Sumatera Barat yang berhasil menemukan Sawah Pokok Murah (SPM). Inovasi ini diharapkan dapat berfokus pada upaya menekan biaya pengeluaran yang ditanggung petani.
“Inovasi SPM ini telah terbukti mampu menghasilkan hasil produksi yang setara dengan sistem bercocok tanam yang memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi. Sayangnya, inovasi petani di Sumatera Barat ini belum mendapatkan dukungan pemerintah berupa riset mendalam yang didanai oleh negara, seperti yang dilakukan Tiongkok dengan CAAS-nya,” jelasnya. Kunjungan kerja ke Tiongkok ini dipimpin oleh Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, bersama dengan 15 anggota lainnya, ke China Academy of Agricultural Sciences (CAAS) di Kota Beijing. Kunjungan ke Gedung Smart Vertical Farming yang dikelola oleh CAAS tersebut bertujuan untuk mempelajari teknologi pertanian vertikal cerdas yang mereka kembangkan sebagai bagian dari strategi pertanian modern di wilayah perkotaan.
Pada kesempatan tersebut, delegasi Komisi IV DPR RI menerima penjelasan detail mengenai sistem otomasi, pemanfaatan teknologi IoT (Internet of Things) dan AI (Artificial Intelligence) dalam pengelolaan tanaman, serta efisiensi penggunaan lahan dan air dalam sistem Pertanian Vertikal ini.
“Presiden Prabowo Subianto, dengan latar belakang militernya, tentu memahami ungkapan profetik dari Presiden pertama Indonesia, Sukarno; ‘Pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa,’ yang disampaikan saat peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia di Bogor, pada tanggal 27 April 1952,” ujar Alex.
“Ungkapan ini menegaskan betapa krusialnya pangan bagi keberlangsungan dan kemajuan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang cukup dan terjamin merupakan kunci utama untuk pembangunan bangsa yang sehat, kuat, dan mandiri, sebagaimana yang menjadi inti dari Asta Cita Presiden Prabowo,” lanjutnya.
Alex merekomendasikan agar berbagai lembaga riset yang bergerak di sektor pertanian untuk aktif melakukan riset. Hal ini diharapkan dapat berkontribusi signifikan dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup petani di Indonesia.
“Petani Sumatera Barat, dengan metode SPM yang mereka kembangkan, adalah salah satu contoh inovasi yang perlu didukung dengan riset mendalam. Jika negara tidak segera hadir di tengah-tengah petani, maka kalimat profetik Bung Karno, ‘pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa,’ perlu kita renungkan kembali,” tegas Alex.
“Komisi IV DPR RI saat ini tengah membahas revisi UU Pangan, dimana Panjanya diketuai langsung oleh Ketua Komisi IV, Ibu Titiek Suharto. Kami mendorong agar salah satu pasalnya nanti, memuat tentang keberlanjutan riset dalam mendukung ketahanan pangan,” imbuhnya.