TANGERANG SELATAN, Nepotiz – Perseteruan lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan Gerakan Rakyat untuk Indonesia Baru (GRIB) Jaya di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, telah berlangsung lama, bahkan mencapai puluhan tahun, serta melalui beragam proses hukum yang panjang.
Menurut Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, lahan tersebut merupakan kepunyaan ahli waris secara turun-temurun, dan hal ini dapat dibuktikan dengan adanya girik.
“Lahan ini, pada mulanya, adalah tanah warisan yang dimiliki oleh ahli waris, dan kami memiliki bukti berupa girik,” jelas Wilson kepada Nepotiz, Jumat (23/5/2025).
Pihak BMKG, sebut Wilson, mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut karena pada dekade 1970-an, mereka sempat menggelontorkan dana untuk pembelian dan pembebasan sebagian area di sekitar lokasi sengketa.
Merasa telah melakukan pembelian, BMKG kemudian meminta ahli waris untuk mengosongkan lahan, namun permintaan ini tidak dipenuhi.
“Karena ahli waris menolak untuk mengosongkan lahan, BMKG mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Tangerang sekitar tahun 1980-an. Sayangnya, gugatan tersebut ditolak di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung,” ungkap Wilson.
Pada tahun 2007, BMKG mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang kemudian dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Agung.
Kendati demikian, putusan PK tersebut tidak menyertakan perintah penyerahan girik maupun perintah eksekusi lahan.
Oleh karena itu, BMKG kembali mengajukan gugatan dengan harapan pengadilan akan mengeluarkan perintah eksekusi. Namun, permohonan ini berulang kali ditolak oleh pengadilan.
Wilson berpendapat bahwa BMKG justru memilih jalan pintas dengan meminta surat penjelasan dari ketua pengadilan. Surat ini berisi opini pribadi yang menyatakan bahwa tanah dapat diambil alih tanpa adanya surat perintah eksekusi.
Surat tersebut kemudian dipasang oleh BMKG di plang, seolah-olah memiliki kekuatan hukum yang sah. Padahal, menurut Wilson, tindakan ini merupakan sebuah pembohongan publik.
“Surat yang diterbitkan oleh ketua pengadilan bukanlah keputusan hukum yang mengikat, melainkan hanya sebuah pendapat pribadi,” tegas Wilson.
Wilson juga membantah dengan tegas isu yang beredar bahwa GRIB Jaya menerima sejumlah uang, yakni Rp 5 miliar, terkait dengan sengketa lahan ini.
“Dari pihak tim hukum DPP GRIB Jaya, tidak ada seorang pun yang pernah menanyakan, menyebutkan, apalagi meminta uang tersebut. Jika memang ada bukti, silakan tunjukkan kepada kami,” tantangnya.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, BMKG melaporkan kasus dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak yang dilakukan oleh sebuah organisasi masyarakat (ormas) ke Polda Metro Jaya.
Dalam laporan yang disampaikan melalui surat bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025, BMKG meminta bantuan pengamanan terhadap aset tanah seluas 127.780 meter persegi yang merupakan milik BMKG dan berlokasi di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan.
"BMKG memohon bantuan dari pihak berwenang untuk melakukan penertiban terhadap ormas yang secara tidak sah menduduki dan memanfaatkan aset tanah negara yang menjadi milik BMKG," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, di Jakarta, seperti yang dikutip dari Antara pada Kamis (22/5/2025).
Menurut Taufan, gangguan keamanan terhadap lahan tersebut telah berlangsung selama hampir dua tahun, dan hal ini telah menghambat rencana pembangunan gedung arsip BMKG.
Pembangunan gedung tersebut sebenarnya telah dimulai pada bulan November 2023. Namun, terganggu oleh oknum yang mengklaim sebagai ahli waris lahan dan sejumlah massa dari ormas yang bersangkutan.
Massa tersebut, disebut-sebut, memaksa para pekerja untuk menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat keluar dari lokasi, serta menutup papan proyek dengan klaim "Tanah Milik Ahli Waris".
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary, membenarkan bahwa BMKG sebelumnya telah melaporkan enam orang ke polisi, termasuk di antaranya tiga anggota GRIB Jaya.
“Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan, dan kami akan menyelidikinya secara tuntas,” kata Ade Ary pada hari Jumat (23/5/2025).
BMKG mengklaim bahwa mereka memiliki tanah dan bangunan seluas 127.780 meter persegi di lokasi yang menjadi sengketa tersebut.
Pada bulan Januari 2024, BMKG menerima informasi dari penjaga lahan bahwa para terlapor telah memasang plang dengan tulisan “Tanah ini milik ahli waris R bin S” dan juga merusak pagar yang berada di dekat plang tersebut.
Ade Ary menjelaskan bahwa plang tersebut dibuat oleh Tim Advokasi DPP Ormas GRIB Jaya.
Saat ini, tim penyidik Polda Metro Jaya masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan mengumpulkan barang bukti yang relevan.
TKP juga telah diberi tanda dengan memasang plang bertuliskan ‘sedang dalam proses penyelidikan’ dengan tujuan untuk menjaga status quo.