JAKARTA, Liputanku – Kejaksaan Agung menegaskan bahwa tim penyidik dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Pusat) memiliki wewenang penuh dalam memanggil dan memeriksa baik menteri yang masih menjabat maupun mantan menteri. Hal ini terkait dengan status mereka sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang atau jasa serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
“Kewenangan untuk memanggil saksi itu sepenuhnya berada di tangan penyidik. Jadi, ini bukan persoalan lembaga yang berwenang,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat memberikan keterangan di Kejaksaan Agung pada hari Jumat (23/5/2025).
Harli menambahkan bahwa dalam setiap tahapan proses penyidikan, penyidik diberikan keleluasaan penuh untuk memanggil siapa pun yang dianggap perlu memberikan keterangan sebagai saksi.
“Dalam konteks penyidikan, penentuan apakah seseorang perlu dimintai keterangan sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik itu sendiri,” tegasnya.
Oleh karena itu, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap saksi, termasuk kemungkinan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), masih berada dalam ranah kewenangan penyidik di Kejari Jakarta Pusat.
Harli menjelaskan lebih lanjut bahwa Kejaksaan Agung saat ini hanya bertugas untuk memantau jalannya proses hukum yang sedang berlangsung.
Meskipun demikian, apabila diperlukan, Kejaksaan Agung siap memberikan arahan serta petunjuk terkait dengan proses penanganan perkara tersebut.
“Tentu saja, kami juga akan memberikan arahan dan petunjuk yang dibutuhkan terkait dengan bagaimana penanganannya,” imbuhnya.
Menurut Harli, tim penyidik dari Kejari Jakarta Pusat telah menunjukkan kinerja yang konsisten, terutama setelah penetapan dan pengumuman lima orang tersangka dalam kasus yang diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga mencapai ratusan miliar rupiah.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengungkapkan bahwa dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terjadi selama masa jabatan tiga menteri yang berbeda.
Proyek yang berjalan sejak tahun 2020 hingga 2024 tersebut menjadi perhatian publik karena diduga telah merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah.
“Periodisasi pelaksanaan PDNS ini mencakup masa jabatan tiga orang menteri,” ungkap Kepala Kejari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, di Gedung Kejari Jakarta Pusat pada hari Kamis (22/5/2025).
Ketiga menteri yang dimaksud adalah Rudiantara, yang menjabat pada tahap perencanaan awal proyek, Johnny G Plate, yang memimpin proyek dari tahun 2020 hingga 2023, dan Budi Arie Setiyadi, yang menjabat pada saat perencanaan anggaran tahun 2024.
Namun demikian, hingga saat ini penyidik belum menyimpulkan adanya keterlibatan langsung dari ketiga menteri tersebut dalam kasus ini.
Dalam perkara ini, Kejari Jakarta Pusat telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Mereka adalah Semuel Abrijani Pangerapan (SAP), yang menjabat sebagai Dirjen Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2016–2024; Bambang Dwi Anggono (BDA), yang menjabat sebagai Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah 2019–2023; Nova Zanda (NZ), yang bertugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDNS tahun 2020; Alfie Asman (AA), yang menjabat sebagai Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta 2014–2023; serta Pini Panggar Agusti (PPA), yang bekerja sebagai Account Manager PT Docotel Teknologi 2017–2021.