Nepotiz, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan komitmen penuh dari pihaknya untuk mendukung aparat penegak hukum dalam menginvestigasi dugaan korupsi yang menyelimuti proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Nepotiz, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan, pihaknya berkomitmen mendukung penuh aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi terkait proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
“Kementerian memberikan dukungan sepenuhnya terhadap proses hukum. Kami pun segera membentuk tim evaluasi internal dengan tujuan melakukan pembenahan secara komprehensif terkait tata kelola proyek pusat data,” ungkap Meutya Hafid dalam keterangan pers yang disampaikan di Jakarta, pada Kamis (22/5/2025).
Pernyataan tersebut muncul setelah penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi PDNS. Salah satu dari mereka adalah mantan pejabat eselon I di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini telah berganti nama menjadi Komdigi.
“Sehubungan dengan penetapan dua pegawai Komdigi sebagai tersangka, kami telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan keduanya dari jabatan dan fungsi mereka, sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” lanjut Meutya.
Ia menekankan bahwa komitmen terhadap kedaulatan digital nasional tidak boleh terpengaruh oleh adanya kasus ini. Justru, Komdigi berkeinginan untuk memastikan bahwa setiap anggaran publik dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan masyarakat, dengan menjunjung tinggi prinsip integritas sebagai fondasi utama.
“Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa fondasi kelembagaan digital harus dibangun di atas integritas yang kokoh. Kami menjadikan momen ini sebagai peluang untuk memperkuat sistem pengawasan internal, memperbaiki prosedur yang ada, dan menegakkan akuntabilitas di seluruh lini. Reformasi tata kelola digital adalah sebuah keharusan, bukan lagi sekadar pilihan,” tegas Menkomdigi.
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang/jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
“Kelima tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra, seperti yang dikutip dari Liputanku, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Adapun kelima tersangka dalam proyek PDNS tersebut adalah SAP (Semuel Abrizani Pangerapan), yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen AIP Kominfo) periode 2016-2024; BDA (Bambang Dwi Anggono), yang menjabat sebagai Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Ditjen AIP Kominfo periode 2019-2023.
Selain itu, terdapat pula NZ (Nova Zanda), yang bertindak sebagai penjabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan PDNS pada Kementerian Kominfo dari tahun 2020 hingga 2024; AA (Alfi Asman), yang menjabat sebagai Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023; serta PPA (Pini Panggar Agusti), yang merupakan Account Manager PT Docotel Teknologi periode 2017-2021.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan alat bukti yang ada dan keterangan saksi yang telah diperiksa, kelima tersangka terbukti melakukan permufakatan jahat dalam pengadaan proyek PDNS.
“Mereka terbukti bermufakat jahat untuk melakukan pengkondisian proyek PDNS,” ungkapnya.
Safri menyampaikan bahwa akibat aksi permufakatan jahat tersebut, kerugian negara masih dalam tahap perhitungan, namun dipastikan mencapai ratusan miliar rupiah.
“Berdasarkan perhitungan sementara, kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Angka pastinya belum dapat disampaikan karena masih dalam proses perhitungan,” jelasnya.
Kelima tersangka, lanjutnya, dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula dari pengadaan PDNS dengan nilai sekitar Rp958 miliar pada tahun 2020. Terdapat dugaan pengkondisian pemenangan kontrak kepada PT Aplikanusa Lintasarta (PT AL) dengan nilai kontrak awal sebesar Rp60,3 miliar, yang kemudian meningkat menjadi Rp102,6 miliar pada tahun 2021.
Penyidik menduga adanya praktik kolusi antara pejabat Komdigi dan pihak swasta dalam proses pengadaan tersebut.
Penyidikan kasus ini dipicu oleh serangan “ransomware” yang menimpa Pusat Data Nasional pada pertengahan tahun 2024, yang mengakibatkan lumpuhnya lebih dari 280 layanan publik.
Ransomware adalah jenis perangkat lunak berbahaya (malware) yang digunakan oleh peretas untuk mengenkripsi data atau perangkat komputer korban, kemudian meminta tebusan sebagai imbalan untuk mengembalikan akses ke data atau perangkat tersebut.
Diduga, serangan tersebut memiliki keterkaitan dengan kelemahan dalam pengelolaan proyek PDNS yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.