Nepotiz, Jakarta – Brigjen Pol Nurul Azizah, Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa para korban kekerasan seksual dari grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ didominasi oleh remaja dan anak perempuan yang memiliki hubungan darah, atau inses, dengan pelaku.
“Ditemukan tiga orang korban berjenis kelamin perempuan. Satu orang dewasa berusia 21 tahun, dan dua anak-anak berusia 8 dan 12 tahun. Lokasi kejadian berada di wilayah Jawa Tengah,” jelas Nurul dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, pada hari Rabu (21/5/2025).
Nurul melanjutkan, ketiga korban tersebut terkait dengan pelaku berinisial MS, yang berusia 32 tahun. Hubungan antara MS dan korban dewasa adalah adik ipar. Sementara itu, hubungan MS dengan korban anak-anak adalah paman dan keponakan.
“MS telah diamankan pada hari Senin, 19 Mei 2025. Modusnya adalah MS membuat foto serta video yang melanggar norma kesusilaan yang melibatkan semua korban. Khususnya terhadap korban anak-anak, dilakukan tindakan pencabulan,” ungkap Nurul.
Selain ketiga korban yang terkait dengan MS, Nurul juga menemukan satu korban lain, seorang anak perempuan berusia 7 tahun di Bengkulu, yang terkait dengan pelaku berinisial MJ. Diketahui bahwa MJ berusia 25 tahun dan telah ditangkap pada hari Senin, 19 Mei 2025, di Bengkulu.
“Hubungan antara tersangka, atau pelaku, dengan korban yang masih anak-anak adalah tetangga. Modus operandinya adalah melakukan perbuatan cabul sebanyak tiga kali dan merekam adegan tersebut menggunakan perangkat selulernya,” papar Nurul.
Nurul meyakini bahwa para tersangka diduga kuat telah melakukan tindak pidana kekerasan seksual yang meliputi pelecehan seksual non fisik, fisik, eksploitasi seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik, serta perbuatan cabul terhadap anak dan pembuatan pornografi yang melibatkan anak.
Terkait para korban, Nurul menjamin bahwa pihaknya telah mengambil langkah-langkah konkret dalam upaya memberikan perlindungan yang dibutuhkan.
Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Direktorat Siber Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya guna menelusuri alat bukti digital untuk mengidentifikasi korban-korban lain yang mungkin tersebar di berbagai daerah.
“Kami juga menjalin koordinasi dengan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, serta pemerintah daerah, dalam rangka mengintegrasikan penanganan dan perlindungan korban. Ini meliputi penjangkauan dan asesmen keperluan korban, seperti pendampingan korban, pendampingan psikologi, pendampingan hukum, rehabilitasi medis dan sosial, serta penyediaan rumah aman jika diperlukan,” lanjutnya.
Terakhir, Nurul juga menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya memperkuat keluarga korban dan membangun dukungan sosial dari tokoh masyarakat di lingkungan setempat, mengingat pelaku dalam kasus ini adalah orang terdekat atau anggota keluarga sendiri.
“Perlu diketahui bahwa saat ini orang tua korban belum bersedia jika anaknya dimintai keterangan, karena khawatir akan berdampak negatif pada kondisi psikologis anak.
Kemudian, apabila kondisi korban sudah memungkinkan untuk dimintai keterangan, maka kami bersama penyidik akan melakukan wawancara atau penggalian informasi,” tegasnya.