Nepotiz, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Mabes Polri telah meningkatkan status perkara dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, ke tahap penyidikan. Hal ini menandai perkembangan signifikan dalam penanganan kasus tersebut.
"Status perkara, laporan mengenai pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE, kini sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan," jelas Dirtipidsiber Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji, di Mabes Polri, Rabu (21/5).
Brigjen Pol Himawan menyampaikan bahwa hingga saat ini, enam orang saksi telah dimintai keterangan terkait kasus dugaan pencemaran nama baik yang dialami Ridwan Kamil. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah seiring berjalannya proses penyidikan.
"Dalam waktu dekat, kami akan melakukan pemeriksaan kepada semua pihak yang terkait dengan kasus ini," imbuh Himawan.
Peningkatan status perkara ini, yang kini berada di wilayah penyidikan, terkonfirmasi dengan dilayangkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Bareskrim kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) pada Jumat, 2 Mei 2025 lalu.
Penerimaan SPDP ini menjadi penanda dimulainya langkah Kejati Jabar dalam menindaklanjuti dugaan pencemaran nama baik yang sebelumnya dilaporkan oleh Ridwan Kamil kepada Bareskrim Polri.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jawa Barat, Nur Sricahyawijaya, laporan ini memiliki tempus locus delicti di wilayah hukum Jawa Barat. Oleh karena itu, pihaknya akan terlibat aktif dalam mengikuti perkembangan penyidikan laporan tersebut.
"Pada tanggal 2 Mei 2025, Kejati Jabar telah menerima SPDP dari penyidik Bareskrim Polri. Dalam SPDP tersebut, tercantum pelapornya adalah saudara MRK,” ungkap Cahya.
Cahya menambahkan bahwa SPDP yang diterima pihaknya berkaitan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kejati Jabar juga telah menunjuk enam jaksa penuntut umum untuk menindaklanjuti SPDP tersebut secara seksama.
"Kajati Jabar telah menunjuk 6 orang jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan. Pasal yang disangkakan adalah Pasal 51 ayat (1), Jo Pasal 53 dan/atau pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (2) dan/atau Pasal 45 ayat (4) Jo Pasal 27A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE," jelasnya.
Kuasa Hukum Ridwan Kamil, Muslim Jaya Butarbutar, menyampaikan apresiasi kepada Dittipidsiber Bareskrim Polri atas penanganan kasus dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dilaporkan oleh kliennya.
Muslim menekankan bahwa laporan ini bukan hanya sekadar masalah pribadi, melainkan juga merupakan upaya untuk melindungi integritas hukum serta hak-hak individu dari penyalahgunaan media digital yang semakin marak.
"Ridwan Kamil, klien kami, adalah seorang tokoh publik yang selama ini dikenal konsisten menjunjung tinggi etika dan hukum. Namun, sangat disayangkan, beliau menjadi korban penyebaran narasi yang tidak benar, yang tidak hanya merugikan secara personal, tetapi juga berpotensi merusak tatanan sosial," ungkapnya dalam keterangan yang diterima.
Lebih lanjut, Muslim menjelaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi perhatian bersama mengenai pentingnya literasi digital dan tanggung jawab moral dalam menggunakan media sosial. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi yang pesat harus diimbangi dengan kesadaran yang tinggi akan konsekuensi hukum dari setiap unggahan.
"Kami percaya bahwa dalam negara hukum, setiap individu harus bertanggung jawab atas setiap pernyataan yang dibuat, terutama jika pernyataan tersebut disebarkan secara luas melalui platform digital,” tegas Muslim.
Muslim menegaskan bahwa tim hukum Ridwan Kamil sepenuhnya mendukung kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi, namun menekankan bahwa kebebasan tersebut bukanlah hak mutlak yang tanpa batas.
"Ketika informasi yang belum terbukti kebenarannya disebarkan secara gegabah, apalagi jika dampaknya merusak reputasi dan kehidupan keluarga seseorang, maka hukum harus ditegakkan,” paparnya.
Dia menambahkan bahwa kasus ini sebaiknya dilihat sebagai sebuah upaya untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat, bukan hanya sebagai perseteruan antara dua pihak yang berselisih.
"Ini bukan tentang membungkam kebebasan berpendapat, melainkan tentang memastikan bahwa ruang digital tidak menjadi tempat untuk penghancuran karakter tanpa dasar. Kami berharap kasus ini dapat menjadi bagian dari upaya penegakan hukum di dunia maya,” pungkasnya.
Sumber: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com