Para pengemudi ojek online (ojol) menyambut baik era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang telah menginstruksikan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menerbitkan regulasi terkait tenaga kerja platform online. Mereka menyampaikan keluhan bahwa sebelum era Prabowo, belum ada aturan yang mengatur keselamatan para pengemudi transportasi online.
Hal ini diungkapkan oleh Kemed, selaku perwakilan dari Aliansi Pengemudi Online Bersatu, saat RDPU bersama Komisi V DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (21/5/2025). Kemed menjelaskan bahwa risiko kematian dalam pekerjaan sebagai pengemudi online sangat tinggi.
"Rekan-rekan kami ini adalah pekerja, dan risiko pekerjaan ini sangat besar, bahkan sampai meninggal dunia, Pak. Beberapa kali rekan kami terlindas truk tronton. Namun, hingga saat ini, belum ada perlindungan keamanan dan keselamatan kerja bagi kami," ujar Kemed.
"Kami seolah tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah. Baru di era Bapak Prabowo inilah pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, mengambil inisiatif untuk menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang perlindungan tenaga kerja bagi tenaga kerja platform. Ini adalah langkah yang sangat luar biasa," lanjutnya.
Kemed menyatakan bahwa polemik mengenai transportasi online ini bermula dari ketidakpatuhan aplikator terhadap regulasi yang berlaku. Menurutnya, aplikator membuat kebijakan terkait potongan biaya tanpa mengindahkan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
"Saya ingin menyampaikan bahwa kekacauan dalam persoalan transportasi online ini berawal dari ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan dari para aplikator ini terhadap peraturan yang ada," tegasnya.
Bahkan, menurutnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun belum mampu menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah berulang kali melaporkan kejadian ini kepada KPPU.
"Saya sering berdiskusi dengan mereka (KPPU), mereka meminta untuk membuat laporan. Saya sudah membuat laporan selama dua tahun, namun tidak pernah diselesaikan dengan baik oleh KPPU," ungkapnya.
Ia menyoroti salah satu bentuk ketidakpatuhan aplikator terhadap aturan yang ada, yaitu terkait Tunjangan Hari Raya (THR). Padahal, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan surat edaran mengenai THR.
"Dalam SE tersebut, tertulis bahwa pihak aplikator memberikan bonus hari raya sebesar 20% dari total penghasilan rekan-rekan dibagi 12 bulan. Namun, faktanya, hal itu dimanipulasi. Kemudian, mereka membuat berbagai macam gimmick yang pada akhirnya menggagalkan rekan-rekan untuk mendapatkan THR. Tindakan aplikator itu benar-benar kurang ajar," jelasnya.
"Jadi, seberapapun hebatnya aturan yang dibuat, jika tidak ada sanksi yang tegas bagi pihak aplikator, jangan pernah berharap keadilan dapat ditegakkan di negeri ini," imbuhnya.
Kemed berharap agar RUU Transportasi Online secara tegas mengatur sanksi bagi aplikator yang melanggar aturan. Ia mengingatkan agar sanksi yang diberikan tidak hanya berupa denda, melainkan juga sanksi pidana.
"Jadi, kepada DPR, jika ingin membuat aturan, tolong buatlah aturan yang benar-benar tegas, yang memiliki sanksi. Kalau perlu, berikan sanksi pidana. Kalau hanya denda, uang mereka banyak, Pak. Jadi, saya sangat berharap adanya aturan yang tegas," tuturnya.
Simak Video 'Driver Ojol Ancam Gelar Aksi Lebih Besar Jika Regulasi Tak Berubah':