JAKARTA, Nepotiz – Kabar terbaru datang dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dedi Latip, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, mengungkapkan sebuah fakta menarik: mengapa investasi di Indonesia seolah tertinggal dibandingkan Vietnam.
Menurutnya, salah satu penyebab utamanya adalah kemudahan perizinan yang ditawarkan oleh negara tetangga tersebut. Selain itu, investor juga merasa lebih nyaman karena masalah yang timbul di lapangan tidak sebanyak di Indonesia.
“Jika kita berbicara tentang perizinan, mari kita lihat perbandingannya. Ternyata memang, di Vietnam prosesnya jauh lebih sederhana. Dan permasalahan di sana? Tidak terlalu rumit,” ungkap Dedi dalam acara Iron Steel Summit and Exhibition Indonesia 2025 yang digelar di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
“Ini tentu menjadi tantangan besar bagi kita. Pertanyaan yang muncul adalah, di mana letak permasalahan perizinan kita? Ini yang harus kita benahi secara total,” lanjutnya dengan nada prihatin.
Dedi menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya sudah memiliki OSS (online single submission) sebagai platform untuk mempermudah perizinan investasi. Namun, masih ada berbagai ketentuan teknis investasi di kementerian terkait yang perlu disederhanakan.
Meskipun iklim investasi di Indonesia saat ini masih cukup menarik bagi para investor, Dedi mengakui bahwa mereka juga mempertimbangkan potensi investasi di Vietnam. Sebuah pilihan yang wajar, mengingat kemudahan yang ditawarkan.
Namun, Dedi menegaskan bahwa bukan berarti Indonesia sudah jauh tertinggal dari Vietnam. Menurutnya, Indonesia hanya perlu melakukan perbaikan yang lebih maksimal agar bisa bersaing secara efektif.
“Kita perlu lebih bersemangat lagi, melakukan upaya yang lebih maksimal untuk menarik investor, seperti yang telah dilakukan oleh Vietnam dan negara-negara lain,” ungkap Dedi dengan nada optimis. “Jika perizinan menjadi kendala utama, maka kita harus segera memperbaikinya.”
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, juga menyampaikan hal serupa. Beliau mengatakan bahwa Indonesia masih tertinggal dari beberapa negara di Asia Tenggara dalam hal regulasi yang mendukung iklim bisnis yang kondusif.
Indonesia, menurutnya, masih kalah bersaing dengan Singapura, Vietnam, dan Filipina dalam hal ini.
Freepik/wirestock Ilustrasi bendera Vietnam. Selain itu, proses pendaftaran perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia juga dinilai masih lambat.
“Berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia masih tertinggal dalam aspek regulasi kesiapan bisnis dibandingkan Singapura, Vietnam, dan Filipina,” ujar Luhut, seperti yang dilansir dari unggahan di akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan pada Rabu (26/3/2025).
“Waktu yang dibutuhkan untuk mendaftarkan perusahaan asing di Indonesia mencapai 65 hari. Jauh dibandingkan dengan standar terbaik dunia yang hanya membutuhkan beberapa hari saja,” jelasnya dengan nada menyayangkan.
Selain itu, penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan Indonesia bahkan bisa memakan waktu hingga 150 hari. Sebuah proses yang panjang dan melelahkan bagi para investor.
Di sisi lain, sekitar 86 persen pelaku usaha masih menganggap regulasi sebagai hambatan utama dalam berinvestasi. Oleh karena itu, Luhut menekankan pentingnya mencari solusi untuk mengatasi persoalan ini.
“Presiden Prabowo telah memberikan instruksi langsung agar dilakukan deregulasi terhadap aturan-aturan yang tidak tepat dan justru membebani pelaku usaha,” ungkap Luhut dengan penuh harapan.