Lalu Hadrian Irfani, Wakil Ketua Komisi X DPR dari F-PKB, menyampaikan sebuah permohonan penting. Beliau meminta Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) untuk bertindak transparan dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia. Langkah ini, menurutnya, krusial demi menjaga kepercayaan publik. Bahkan, Komisi X DPR berencana mengundang pihak Kemenbud untuk mengadakan rapat khusus membahas isu ini lebih mendalam.
Awalnya, respon Lalu muncul sebagai tanggapan terhadap Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), yang menyuarakan permintaan agar penulisan ulang sejarah tersebut dihentikan. Komisi X DPR pun telah mendengarkan dengan seksama aspirasi yang disampaikan oleh AKSI.
"Benar adanya bahwa Komisi X DPR RI, pada tanggal 19 Mei lalu, telah menerima perwakilan dari Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) yang menyampaikan aspirasi agar proses penulisan ulang sejarah Indonesia dihentikan. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa Komisi X sendiri belum membahas secara mendalam dan belum menerima draf rancangan isi terkait rencana penulisan sejarah ini. Justru, publik sudah menunjukkan penolakan terhadap rencana penulisan tersebut, padahal drafnya saja belum ada," ungkap Lalu kepada awak media pada hari Rabu (21/5/2025).
Lalu melanjutkan penjelasannya, mengatakan bahwa jajaran Komisi X DPR telah mengajukan pertanyaan detail kepada AKSI mengenai alasan penolakan mereka terhadap penulisan ulang sejarah Indonesia. Menurut pandangannya, klarifikasi lebih lanjut sangat diperlukan terkait naskah sejarah yang akan ditulis ulang tersebut.
"Oleh karena itu, dalam diskusi yang berlangsung, muncul berbagai pendapat dari anggota mengenai perlunya klarifikasi lebih lanjut. Aspek-aspek apa saja yang menjadi keberatan terhadap rencana penulisan ulang sejarah bangsa oleh pemerintah perlu diperjelas. Apa sebenarnya yang ditolak? Apakah terkait dengan metode penulisan yang digunakan, narasi yang dianggap kurang tepat, pengaburan peran tokoh-tokoh penting dalam sejarah, atau bahkan potensi adanya muatan politis yang dapat mempengaruhi objektivitas dari penulisan tersebut?" ujarnya dengan nada bertanya.
Lalu juga menyinggung bahwa kelompok masyarakat tersebut memiliki kekhawatiran terkait transparansi dalam proses penulisan ulang sejarah RI. Mereka pun, kata Lalu, khawatir akan adanya potensi bias kepentingan dari pihak pemerintah.
"Nampaknya, kekhawatiran utama mereka adalah kurangnya transparansi dari pemerintah dalam proses penulisan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang menjadi perhatian, misalnya materi muatan yang dirasa kurang lengkap, serta kekhawatiran akan adanya bias kepentingan pemerintah. Dan tentu saja, masih ada beberapa kekhawatiran lainnya yang perlu kita perhatikan," jelasnya lebih lanjut.
Lalu kembali menegaskan bahwa Komisi X DPR meminta agar Kementerian Kebudayaan bersikap transparan dalam penulisan ulang sejarah tersebut. Komisi X, rencananya, akan mengundang Menteri Kebudayaan, Bapak Fadli Zon, beserta jajarannya dalam rapat yang akan diadakan pada pekan depan.
"Oleh karena itu, kami berencana untuk menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Kementerian Kebudayaan pada minggu depan. Komisi X DPR RI tentu akan meminta Kemenbud agar proses penulisan sejarah dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi, objektivitas, dan akuntabilitas. Hal ini penting guna menghindari kecurigaan serta resistensi dari masyarakat yang berpotensi menimbulkan polemik di ruang publik. Beliau (Menbud Fadli Zon, red) akan kami undang secara resmi," pungkasnya.