Sahabat pembaca, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala BKKBN, Bapak Wihaji, baru-baru ini menyampaikan sebuah kabar penting. Pemerintah, kata beliau, sedang fokus penuh untuk mengoptimalkan peluang emas yang kita miliki: bonus demografi. Tujuannya? Tak lain adalah untuk menggapai cita-cita luhur Indonesia Emas 2045. Beliau menekankan betapa berharganya momen bonus demografi yang tengah dinikmati oleh bangsa kita.
Pernyataan ini beliau sampaikan saat membuka Rapat Koordinasi Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting serta Gelar Pengawasan Nasional Tahun 2025 Kemendukbangga/BKKBN. Acara penting ini berlangsung di Kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, pada hari Senin (19/05).
“Oleh karena itu,” ujar Bapak Wihaji dalam keterangannya pada hari Selasa (20/5/2025), “penduduk kita harus dikelola secara seimbang, berlandaskan pada sebuah Grand Desain Pembangunan Kependudukan yang akan menjadi kerangka utama dalam pembangunan.”
Masa bonus demografi ini, teman-teman, adalah periode yang sangat menentukan. Kita harus benar-benar memanfaatkannya sebaik mungkin untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Bonus demografi adalah kondisi ideal bagi pembangunan, dan momentum ini harus kita gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
“Untuk memaksimalkan potensi bonus demografi ini,” lanjut beliau, “manusia Indonesia harus berkualitas, dan proses ini dimulai dari pembangunan keluarga yang kokoh.”
Peningkatan kualitas SDM, menurut Bapak Wihaji, harus dimulai sejak usia dini, secara holistik dan terintegrasi, dengan pendekatan siklus kehidupan. Beliau menambahkan bahwa pelayanan antenatal yang memadai, termasuk nutrisi dan gizi seimbang bagi pasangan usia subur atau wanita usia subur, sangat penting untuk mengurangi angka kematian bayi (infant mortality ratio).
Begitu pula dengan persalinan yang aman, perawatan nifas dan neonatal yang tepat, akan mewujudkan kehamilan yang sehat dan mengurangi angka kematian ibu (maternal mortality ratio). Pemberian pelayanan bagi bayi agar mencapai berat badan lahir normal, serta dukungan bagi anak sampai usia dua tahun melalui Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif, juga memegang peranan krusial.
Sementara itu, bagi balita dan anak usia sekolah dasar, peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui pemberian makanan tambahan dan susu dengan gizi seimbang. Bagi remaja, diberikan konseling kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Dan bagi lansia, dilakukan intervensi ‘active ageing’ yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing lansia.
“Seluruh anggota keluarga harus peduli dalam pembentukan perilaku anak serta berpartisipasi aktif dalam pengasuhan. Terutama ayah, sebagai kepala keluarga. Jangan sampai peran pengasuhan anak diambil alih oleh handphone,” tegas Bapak Wihaji.
Perlu kita ketahui, Kemendukbangga/BKKBN telah melaksanakan 5 Quick Wins untuk meningkatkan kualitas SDM. Pertama, Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting) dengan target 1 juta Keluarga Berisiko Stunting (KRS) melalui pemberian bantuan nutrisi dan non-nutrisi. Kedua, Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) sebagai daycare unggul terstandarisasi dengan pengasuh bersertifikasi, psikolog anak, dan dokter anak, serta laporan tumbuh kembang anak.
Kemudian, ada juga Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), sebuah gerakan untuk mengoptimalkan peran ayah dalam menjawab fenomena fatherless, melalui layanan konseling dan konsorsium komunitas Ayah Teladan. Sidaya (Lansia Berdaya) adalah homecare berbasis komunitas untuk lanjut usia, yang menyediakan layanan kesehatan gratis di Puskesmas dan RSUD tanpa rujukan, serta pemberdayaan lansia sesuai kapasitas. Terakhir, AI SuperApps Keluarga, yang berisi konsultasi problematika keluarga, anak, dan konselor berbasis artificial intelligence (AI).
“Dengan quick wins ini, kita berupaya agar keluarga Indonesia menjadi keluarga yang tangguh. Kemendukbangga harus hadir dalam mendampingi setiap keluarga Indonesia agar siap menghadapi bonus demografi,” pungkas Bapak Wihaji.