NEW YORK, Nepotiz – Setelah mengalami kenaikan harga selama tiga hari berturut-turut, harga emas global akhirnya menunjukkan pelemahan pada penutupan perdagangan Kamis (22/5/2025) waktu setempat, atau Jumat (23/5/2025) pagi hari Waktu Indonesia Barat.
Pemicu utama berbaliknya arah harga emas ini adalah aksi ambil untung (profit taking) setelah periode kenaikan sebelumnya, serta penguatan nilai tukar dollar AS.
Berdasarkan data dari Reuters, harga emas di pasar spot mengalami penurunan sebesar 0,6 persen, mencapai level 3.295,21 dollar AS per ons. Sempat mencatatkan level tertinggi sejak tanggal 9 Mei di awal sesi perdagangan, harga emas kemudian kembali merosot.
Sementara itu, harga emas berjangka di Comex New York Exchange juga mengalami penurunan sebesar 0,6 persen, berada di level 3.294,90 dollar AS per ons.
“Tekanan dari aksi ambil untung setelah kenaikan baru-baru ini, serta indeks dollar AS yang lebih kuat, menjadi faktor-faktor bearish yang memengaruhi pergerakan harga emas,” ungkap Jim Wycoff, seorang analis senior di Kitco Metals. Perlu diketahui, indeks dollar AS menguat sebesar 0,3 persen pada perdagangan kemarin.
Situasi ini berdampak pada harga emas, membuatnya menjadi lebih mahal bagi para pemegang mata uang lainnya, sehingga mengurangi daya tarik investor terhadap emas.
Menurut Wycoff, penurunan harga emas diperkirakan akan terbatas, terutama karena adanya ketidakstabilan di pasar obligasi setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS yang didominasi oleh Partai Republik mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) pajak.
RUU pajak tersebut diperkirakan akan menambah beban utang AS sebesar 3,8 triliun dollar AS, sehingga total utang mencapai 36,2 triliun dollar AS dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. Demikian menurut perkiraan dari Kantor Anggaran Kongres yang independen.
Saat ini, imbal hasil obligasi acuan pemerintah AS bertenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar 5,4 basis poin, menjadi 4,543 persen, setelah sebelumnya sempat menyentuh level tertinggi sejak bulan Februari.
“Ketidakstabilan di pasar obligasi global akan menjadi faktor fundamental yang menguntungkan bagi pasar emas, dan hal ini akan membatasi penurunan harga,” jelas Wycoff.
Emas memang seringkali dianggap sebagai aset lindung nilai (safe haven) bagi investor di tengah gejolak ketidakpastian politik dan keuangan.
Terutama, ketika imbal hasil dari instrumen investasi lainnya mengalami penurunan, para investor cenderung lebih tertarik untuk mengamankan dana mereka pada instrumen logam mulia seperti emas.
Di sisi lain, data juga menunjukkan bahwa aktivitas bisnis di AS mengalami peningkatan pada bulan Mei, di tengah adanya gencatan senjata dalam perang dagang antara AS dan China. Meskipun demikian, tarif besar-besaran yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump pada barang impor tetap menimbulkan kenaikan biaya bagi perusahaan dan konsumen.
“Kesepakatan perdagangan dari pemerintah AS diperkirakan akan diumumkan dalam beberapa minggu mendatang, dan hal ini akan memainkan peran penting dalam menentukan arah harga emas untuk sisa tahun ini,” kata Zain Vawda, seorang analis MarketPulse by Oanda.