Hendry Lie, seorang pengusaha, menghadapi tuntutan 18 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan pengganti kurungan selama satu tahun jika denda tidak dibayarkan. Jaksa penuntut umum berkeyakinan bahwa Hendry Lie terbukti bersalah dalam perkara dugaan korupsi terkait pengelolaan komoditas timah.
"Menjatuhkan vonis kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 18 tahun, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani, dengan perintah agar terdakwa tetap berada dalam penahanan," ujar jaksa Feraldy Abraham Harahap di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada hari Kamis (22/5).
"Menghukum Terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dapat dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun," lanjutnya.
Selain itu, Hendry Lie juga dituntut untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1,6 triliun. Apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap uang tersebut belum dibayarkan, maka jaksa akan melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap asetnya guna menutupi uang pengganti tersebut.
"Apabila terdakwa tidak memiliki aset yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka pidana penjara selama 10 tahun akan menggantikan kewajiban tersebut," tegas jaksa.
"Atau, jika terpidana membayar uang pengganti dengan jumlah yang kurang dari total kewajiban, maka jumlah yang telah dibayarkan akan diperhitungkan sebagai pengurangan terhadap lama pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban uang pengganti," imbuhnya.
Dalam menyampaikan pertimbangannya, jaksa menyatakan bahwa Hendry Lie dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan terbebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Jaksa menilai bahwa tindakan Hendry Lie telah mengakibatkan kerugian bagi negara.
Perbuatan yang dilakukan Hendry Lie telah mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar, termasuk kerugian akibat kerusakan lingkungan yang masif. Selain itu, dia juga telah menikmati hasil dari tindak pidana tersebut.
"Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, termasuk kerusakan lingkungan yang parah. Terdakwa juga telah menikmati keuntungan dari tindak pidana yang dilakukannya," terang jaksa.
Di sisi lain, jaksa juga menyampaikan faktor yang meringankan tuntutan. Jaksa menyebutkan bahwa Hendry Lie belum pernah memiliki catatan hukum sebelumnya.
"Hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," kata jaksa.
Jaksa meyakini bahwa Hendry Lie telah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan primer.
Sebelumnya, Hendry Lie didakwa terlibat dalam kasus korupsi terkait pengelolaan komoditas timah. Jaksa menuduh Hendry Lie mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1 triliun dari kasus ini.
Sidang dakwaan terhadap Hendry Lie dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada hari Kamis (30/1). Jaksa menjelaskan bahwa Hendry Lie merupakan pemegang saham mayoritas di PT Tinindo Internusa, sebuah smelter swasta yang menjalin kerja sama dengan PT Timah.
"Terdakwa Hendry Lie memperkaya diri melalui PT Tinindo Internusa setidaknya sebesar Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun)," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan.