JAKARTA, Nepotiz – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa mantan Direktur Utama Sritex, Iwan Setiawan, diduga telah melakukan penyalahgunaan terhadap fasilitas kredit yang diterima dari sejumlah bank.
“Fakta hukum menunjukkan bahwa dana pinjaman tersebut tidak digunakan sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit, yaitu sebagai modal kerja,” ungkap Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers yang digelar di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Rabu (21/5/2025) malam.
Bersama Iwan Setiawan, dua individu lain, yakni ZM dari Bank DKI dan DS dari Bank BJB, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit oleh Bank BJB dan Bank DKI. Dana kredit tersebut diduga justru dialokasikan untuk pembayaran utang.
“Dana tersebut disalahgunakan untuk membayar kewajiban utang dan mengakuisisi aset-aset non-produktif, sehingga tidak selaras dengan peruntukan yang seharusnya,” jelas Abdul Qohar lebih lanjut.
Akibatnya, kredit yang dikucurkan oleh Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex mengalami kemacetan. Pada akhirnya, Sritex dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga.
“Aset perusahaan tidak dapat dieksekusi guna menutupi kerugian negara, karena nilainya lebih rendah dibandingkan dengan nilai pinjaman kredit yang diberikan, serta tidak dijadikan sebagai jaminan atau agunan,” imbuh Abdul Qohar.
Kerugian negara yang ditimbulkan akibat pemberian kredit oleh kedua bank tersebut mencapai Rp 692.980.592.188,00 dari total nilai *outstanding* atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp 3.588.650.808.028,57.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 *juncto* Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, *juncto* Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.