Konstruksi Kasus Bos Sritex: Kredit Macet Rp 3,5 T-Negara Rugi Rp 692 M
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Iwan Setiawan Lukminto, yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Sri Rezeki Isman Tbk (Sritex), sebagai tersangka dalam kasus terkait pemberian kredit oleh bank. Menurut Kejagung, terdapat indikasi prosedur yang melanggar hukum dalam proses pemberian kredit bank kepada Sritex.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika Sritex menerima pinjaman dana dari sejumlah lembaga perbankan. Pinjaman tersebut berasal dari konsorsium bank milik negara hingga bank pembangunan daerah. Namun, proses pelunasan kredit tersebut mengalami kendala, sehingga pada Oktober 2024, total dana yang belum dilunasi mencapai lebih dari Rp 3,5 triliun.
"Penyidik telah mengumpulkan bukti yang cukup yang menunjukkan adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sritex Rezeki Isman Tbk, dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 mencapai Rp 3.588.650.808.28,57," ungkap Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, pada hari Rabu, 21 Mei 2025.
Qohar menambahkan bahwa hasil penyidikan Kejagung menemukan adanya ketidakberesan dalam pemberian kredit bank yang diterima oleh Sritex dari Bank BJB dan Bank DKI Jakarta. Kejagung menduga bahwa terdapat prosedur yang bertentangan dengan hukum dalam pencairan kredit tersebut.
"Dalam proses pemberian kredit kepada PT Sri Rezeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten diduga telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisis yang memadai serta tidak mematuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan," jelas Qohar.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dana kredit yang diterima Sritex dari Bank BJB dan Bank DKI Jakarta kemudian digunakan oleh Iwan Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Sritex, dengan cara yang tidak semestinya.
"Terdapat fakta hukum yang menunjukkan bahwa dana tersebut tidak digunakan sesuai dengan tujuan pemberian kredit, yaitu sebagai modal kerja, melainkan disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif, sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya," tutur Qohar.
Tindakan Iwan tersebut mengakibatkan Sritex gagal membayar kredit dengan total tagihan yang belum dibayar sebesar Rp 3.588.650.808.28,57. Pemberian kredit yang tidak sesuai prosedur dari Bank BJB dan Bank DKI Jakarta kepada Sritex menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.
"Akibat pemberian kredit secara melawan hukum yang dilakukan oleh Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex, negara mengalami kerugian sebesar Rp 692.980.592.188 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57," papar Qohar.
Secara keseluruhan, terdapat tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain Iwan Setiawan, Kejagung juga menetapkan Zainuddin Mappa, yang menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI pada tahun 2020, serta Dicky Syahbandinata, yang menjabat sebagai Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB, sebagai tersangka.