JAKARTA, Nepotiz – Nama besar Lo Kheng Hong, seorang investor kawakan, kembali mencuri perhatian. Kali ini, ia diketahui menjadi salah satu pemegang saham blue chip PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), atau yang lebih dikenal dengan PGN.
Pertanyaan yang kemudian muncul, perlukah para investor ritel mengikuti jejak sang maestro investasi ini?
Patut diketahui, saham PGAS merupakan bagian dari jajaran saham bergengsi yang tergabung dalam Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham-saham LQ45 ini, yang terdiri dari 45 emiten, memiliki nilai kapitalisasi pasar yang fantastis, mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah, yang secara umum diidentikkan dengan saham blue chip.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Administrasi Efek dan dipublikasikan dalam keterbukaan informasi BEI, total pemegang saham publik atau free float PGAS mencapai angka 43,01 persen per tanggal 8 Mei 2025.
Dari angka tersebut, investor perorangan Indonesia secara kumulatif memegang 9,29 persen saham PGAS. Sementara itu, dana pensiun menguasai 5,04 persen, kelompok asuransi 2,49 persen, reksadana 2,20 persen, dan sisanya tersebar di antara berbagai kelompok investor lainnya.
Tak hanya itu, deretan nama-nama terkemuka, baik dari dalam maupun luar negeri, juga tercatat turut mengoleksi saham PGAS. Merujuk pada laporan keuangan tahun 2024, BPJS Ketenagakerjaan tercatat memiliki 4,6 persen saham PGAS.
Selain itu, Panin Sekuritas memegang 1,91 persen, Vanguard sebesar 1,69 persen, Petronas 1,27 persen. Kemudian, investor kawakan Lo Kheng Hong tercatat memiliki 1,09 persen saham PGAS, posisinya berada di atas Sucorinvest yang memiliki 0,85 persen dan Blackrock dengan 0,81 persen.
Rekomendasi saham PGAS
Nafan Aji Gusta, seorang Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, mengamati bahwa komposisi pemegang saham yang semakin beragam ini mengindikasikan adanya peningkatan minat dari kalangan investor.
“Mungkin para investor juga mempertimbangkan dinamika prospek jangka panjang PGAS, yang pada dasarnya masih sangat prospektif, terutama dalam memenuhi kebutuhan gas bumi domestik,” ungkap Nafan pada hari Selasa (20/5/2025).
Menurut pandangannya, PGAS memegang peranan vital dalam pemenuhan kebutuhan gas bumi di dalam negeri. Salah satu contohnya adalah penyaluran gas melalui pipa, yang pada akhirnya menciptakan berbagai produk turunan baru.
“Namun, di sisi lain, tantangan yang dihadapi PGAS berasal dari belum seimbangnya antara pasokan gas pipa dengan permintaan, yang disebabkan oleh kelangkaan dari sejumlah sumber di hulu,” jelas Nafan lebih lanjut.
Nafan memproyeksikan target harga saham PGAS berada di kisaran Rp 2.210 per saham, dengan support di level Rp 1.610 dan Rp 1.565. Hingga penutupan perdagangan pada hari Rabu (21/5/2025), saham PGAS berada di level Rp 1.745.
Pengamat Pasar Modal, Hendra Wardana, menambahkan bahwa semakin beragamnya investor PGAS menjadi sinyal kuat bahwa baik investor ritel maupun institusi melihat prospek jangka panjang PGAS sangat menjanjikan.
Salah satu daya tarik utama PGAS, menurut Hendra, adalah faktor dividen, dengan yield dividen saat ini yang berpotensi berada di kisaran 10 persen. Hendra menyebutkan bahwa hal ini menjadikan PGAS sebagai emiten dengan imbal hasil dividen tertinggi. (Reporter: Yuliana Hema | Editor: Adi Wikanto)
Artikel ini sebelumnya telah diterbitkan di Kontan.co.id dengan judul Lo Kheng Hong Koleksi Saham Blue Chip Ini, Investor Receh Harus Beli atau Jual?
Disclaimer: Artikel ini bukanlah ajakan untuk membeli atau menjual saham. Semua rekomendasi dan analisis saham berasal dari analis sekuritas yang bersangkutan, dan Nepotiz tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang mungkin timbul. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor. Pastikan untuk melakukan riset yang mendalam sebelum mengambil keputusan investasi.